Kamis, 18 Maret 2010

Buruk Rupa Cermin Dibelah

Buruk Rupa Cermin Dibelah
Oleh M. Yasin Marjaya

Seingat saya sampai tahun 90-an, murid-murid di SMP waktu itu, diharuskan oleh guru bahasa Indonesianya untuk menghafal sejumlah pribahasa. Banyak pribahasa yang masih diingat oleh saya sampai saat ini, dan teman-teman saya yang lain juga sangat senang untuk menghafalnya. Waktu itu, guru saya sering membawakan cerita-cerita menarik, kemudian diakhir cerita, guru saya selalu melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan pribahasa yang terkandung pada cerita-cerita tersebut. Teman-teman saya dan saya sendiri sangat antusias untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Masa-masa SMP memang masa di mana kenangan-kenangan indah tak pernah terlupakan. Tidak terkecuali hafalan pribahasa.
Suatu hari, saya dan 4 orang teman saya berkunjung ke Kebun Binatang Ragunan. Waktu itu liburan sekolah. Jam delapan pagi saya dan 4 teman saya sudah tiba di sana. Seingat saya biaya tiket masuk perorang Rp.500,-. Pengunjungnya sangat padat. Suasana semakin panas dengan semakin panasnya cahaya matahari yang sudah semakin siang. Waktu itu, belum ada Sea World, Taman Safari, Dufan yang menampilkan beragam permainan, dan tempat-tempat wisata menarik lainnya. Setiap liburan sekolah dan liburan hari raya, sudah dipastikan Kebun Binatang Ragunan adalah pilihannya.
Di saat padat dan penatnya para pengunjung yang sedang menyaksikan keunikan dan kekhasan dari berbagai macam binatang yang ada di tempat wisata tersebut, saya melihat ada sepasang kekasih yang sedang bergaya di depan kamera. Saya perhatikan sejenak. Oh, ternyata mereka sedang difoto oleh tukang foto yang kesehariannya memang berprofesi sebagai tukang foto di tempat itu. Pekerjaan mereka adalah menawarkan jasa pemotretannya kepada para pengunjung. Yang menariknya, banyak sekali pengunjung yang ingin difoto. Untuk menghilangkan rasa penasaran saya, saya agak mendekat dan ingin mengetahui kenapa sih sebegitu banyak orang yang ingin difoto. Segera saya mendapat jawabannya. Dengan menunggu sekitar satu menit, hasil jepretan si tukang foto sudah bisa dilihat hasilnya. Artinya, foto langsung jadi atau foto otomatis. Di tahun 80-an foto semacam itu masih sangat jarang, bahkan terbilang sulit kita temukan, jika bukan di tempat-tempat tertentu, atau jika bukan di tempat wisata seperti itu. Dulu, jika kita difoto, kita harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, dan kebanyakan fotonya hitam putih, jarang sekali yang berwarna.
Melihat cara dan gaya mereka berpakaian, tampaknya sebagian besar pengunjung Ragunan berasal dari perkampungan, termasuk saya. Dengan harga tiket masuk yang cukup murah dan seberapa banyak pengunjung yang masuk tidak dibatasi, tempat wisata yang sangat luas, mungkin itulah yang menjadi alasan kenapa Kebun Binatang Ragunan tiap liburan dijubelin oleh pengunjung. Apalagi mereka bisa difoto langsung jadi, yang pada saat itu sangat berarti, bisa ditunjukin ke tetanga bahwa dia telah berkunjung ke Ragunan. Itu akan menjadi kebanggaan tersendiri.
Si tukang foto terus-menerus melayani pengunjung yang ingin difoto, dengan gaya sekenanya, dengan bidikan kameranya dia bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah dalam sekejap. “ Mumpung liburan, kapan lagi dapet rezeki nomplok kaya gini ”. Mungkin itu, yang ada dipikiran si tukang foto. Menyaksikan kejadian itu, saya dan 4 teman saya ingin juga punya kenangan, seperti mereka. Saya akan tunjukan foto itu ke teman-teman sekolah yang lain pada saat saya masuk sekolah nanti. Selain saya bisa bercerita tentang liburan saya, saya juga bisa tunjukan foto saya yang berwarna itu kepada teman-teman saya.
“ Kita foto yuk , untuk kenang-kenangan ! ”, kata saya kepada teman saya. Tanpa ragu-ragu mereka mengiyakan ajakan saya. “ Bayarnya berapa ?”, tanya salah seorang teman saya. “Kita tanya ajah ! “, kata salah seorang teman saya menimpali. Sambil malu-malu kami berlima mendekati si tukang foto itu. “ Mau difoto dek ?”, Satu lembar 1.000 rupiah, langsung jadi, bagus buat kenang-kenangan !.” Rayu si tukang foto kepada kami. Sejenak kami berembuk, sambil bertanya tentang jumlah uang masing-masing yang kami bawa. Tak lama kemudian kami sepakat untuk berpatungan, masing-masing harus menyerahkan uangnya sebesar Rp. 200,-, karena satu lembar foto seharga Rp. 1.000,-.
Saya harus antri, karena tampaknya masih ada beberapa orang yang ingin difoto. Begitu agak senggang saya mendekat, “ Bang, saya mau difoto, sekali ajah Bang !” kata saya. “ Eluh sendirian ?” tanya si tukang foto. “ Saya sama temen-temen, bang !” jawab saya. “ Ya udah sini, fotonya mau di mana ?” tanya si tukang foto sekenanya. Sambil nyelingak-nyelinguk saya mencari lokasi yang bagus untuk difoto.“ Udah deket kandang gajah ajah, enggak panas lagi !” , kata salah seorang teman saya. Teman-teman saya yang lain mengiyakannya. “ Bang, kita difotonya di deket kandang gajah ajah bang !” kata saya. “ Ya, udah !” jawab tukang foto tampak terburu-buru, yang kayanya masih sibuk melayani orang-orang yang ingin difoto. Seketika kami berlima berbaris, tanpa persiapan apalagi berdadan, tukang foto sudah mengarahkan kameranya. Si tukang foto mulai berhitung ; satu, dua, tiga, cepret bunyi kamera pertanda sudah ditekan. Dengan hitungan detik, keluarlah satu lembar foto lewat kameranya. Kemudian lembaran foto itu dipegang sejenak sambil dikipas-kipas secara hati-hati, agar foto yang tampak basah itu perlahan mengering. Sekitar satu menit kemudian, foto itu diserahkan kepada saya, sambil berpesan kepada saya untuk dikipas-kipaskan sampai fotonya betul-betul kering. Saya serahkan uang sebesar 1.000 rupiah hasil patungan tadi kepada tukang foto sebagai uang jasa karena dia telah memfoto saya. Kami berlima sangat bahagia, karena kami punya kenang-kenangan dan cerita untuk teman-teman kami yang lain di sekolah. Sambil berjalan secara bergantian kami mengipas-ngipaskan foto itu agar fotonya betul-betul kering sebagaimana pesan tukang foto yang disampaikan pada saat setelah foto tadi.
Setelah berfoto, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat macam-macam binatang yang jarang kami lihat. Dari macam-macam binatang buas, jinak, lokal, luar negeri, besar, kecil, tinggi, lucu dan sebagainya. Pada saat itu, Kebun Binatang Ragunan adalah tempat wisata favorit. Semua kandang binatang tampak dipadati pengunjung. Benar-benar ramai suasananya. Hari beranjak siang, kaki agak terasa letih, tak terasa sudah berapa jauh perjalanan yang saya lakukan dari satu kandang ke kandang lainnya. Seiring itu pula, perut sudah minta diisi, pertanda waktu makan sudah tiba. “ Kita makan dulu, yuk ! “, kata salah seorang teman.
Kami berhenti sejenak, sambil melihat-lihat tempat yang cocok untuk berisitirahat. “Disana tuh, ada pohon besar, pasti adem !” kata seorang teman. “ Ah kayanya rame banget, cari tempat lain ajah !” kata seorang teman lainnya. “ Ya namanya juga tempat wisata, enggak ada yang sepi, kalau mau sepi yang di kuburan sono ! “ celetuk seorang teman satunya lagi sambil kesal. “Ya udah gimana, kalau di situ ajah ?” tanya saya. Bertiga menjawab setuju, hanya satu yang tampaknya marah. “ Ya udah, gua udah lapar banget nih !”, kata seorang teman yang sudah tak sabar.
Di sekitar area wisata sebenarnya banyak para pedagang yang menjual aneka makanan; gado-gado, ketoprak, bakso, gorengan, lontong, gulai, nasi campur, minuman, buah-buahan, dan makanan kecil lainnya. Cuma memang harganya agak mahal. Untuk itu, kami bersepakat membawa makanan dari rumah masing-masing, yang kami masukan ke dalam tas. Saya dan teman-teman membawa uang pas-pasan, jadi tidak mungkin kalau harus makan dengan membeli makanan di tempat wisata itu.
Dengan alas sehelai koran, yang di atasnya beratapkan pohon besar dengan daun yang sangat lebat, semriwing angin kesejukan sedikit terasa, menemani waktu istirahat kami. Satu persatu kami mengeluarkan makanan yang kami bawa dari rumah, sambil melirik orang-orang yang ada di sekitar kami, karena memang ada satu dua orang yang memperhatikan kami. Mungkin mereka aneh, kok anak kecil semua. Mana keluarganya. Tanpa ambil pusing, kami mulai menyantap makanan yang kami bawa tadi. Teman saya yang satu itu, makannya sangat lahap sekali, ternyata dia lupa sarapan pagi. Dalam hitungan menit, makanan menghilang dalam sekejap. Bukan disihir, akan tetapi sudah berpindah tempat, dari dalam tas ke dalam perut kami.
Usai makan, sambil duduk-duduk terjadilah obrolan-obrolan ringan yang merupakan kumpulan cerita pengalaman di sekolah. Sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba salah seorang teman bertanya, “ Mana foto tadi, gua mau lihat ! “ Kebetulan foto itu saya yang menyimpan, kemudian saya keluarkan dari dalam tas saya, dan langsung saya berikan kepada teman saya itu, tanpa melihatnya terlebih dahulu. Saya tidak bisa memperhatikan foto itu, karena posisi duduknya teman saya saling berhadapan. Saya hanya bisa melihat wajah teman saya yang tampaknya sedang melihat sesuatu yang aneh. “ Ada apa ?”, tanya saya. “ Kok, hasilnya begini banget !” jawab teman saya penuh kecewa. Teman-teman saya yang lainnya berebut untuk melihatnya. “ Wah, kalau begini kita dibohongin nih !” sergah seorang teman. Tanpa pikir panjang, kami serentak berdiri. “ Kita cari tukang foto tadi, kita minta ganti !” kata saya.
Dengan gerak cepat, kami berlima menuju ke kandang gajah di mana kami di foto tadi. Kami mondar-mandir kaya setrikaan, enggak ketemu batang hidungnya. “ Eluh ingat enggak, dia pake baju apa ?” tanya seorang teman. “ Eh gua ingat, dia pake jaket warna kuning”, jawab seorangnya lagi. “ Kayanya dia pake topi, bener enggak ?” Saya menambahkan. “Warna topinya biru !” teman saya turut menegaskan. “ Waduh jangan-jangan dia udah pindah tempat ! “ kata saya, sambil nyelingak-nyelinguk. “ Mungkin ajah begitu, yuk kita cari di tempat laen !” bujuk teman saya. “ Ya udah kita coba cari di kandang singa, sebelah sono !” kata saya. Kami berlima seperti detektif yang sedang mengintai penjahat.
Beberapa pengunjung tampak aneh memperhatikan kami berlima, karena mungkin mereka melihat raut wajah kami seperti mencari sesuatu yang hilang. Beberapa kali teman-teman saya menabrak para pengunjung, karena pandangan mereka tidak tertuju pada apa yang di depan mereka, namun lebih kepada pencarian seseorang yang diyakini berjaket kuning dan bertopi biru. Setiap melihat ada seseorang yang berjaket kuning dikejar walaupun kadang jaraknya cukup jauh. Sudah hampir sepuluh kandang binatang kami datangi, belum tampak juga si tukang foto yang kami cari-cari itu. “ Udah dah kita ihlasin ajah, mungkin dia udah pulang !” bujuk teman saya, yang dari wajahnya tampak kelelahan. Pakaian kami berlima sudah basah keringat. Semua muka teman saya memerah, mungkin juga muka saya karena saya tidak bisa melihat wajah saya sendiri, namun dari rasanya cukup panas di sekitar wajah saya. “ Kita istirahat dulu dah, gua udah cape banget nih !” kata teman saya, sambil pegang-pegang lehernya pertanda kehausan.
Sambil bersender di bawah pohon, kami berlima bagi-bagi minum yang memang hanya tinggal satu botol saja. “ Udah kita pulang ajah, sekarang udah jem 4 nih !” bujuk teman saya tampak putus asa. “ Ah eluh cengeng banget sih, kita coba sekali lagi !” protes seorang teman. “Ya udah kita coba lagi, tapi enggak usah jauh-jauh sekitar sini ajah.” pinta seorang teman yang tampaknya ambil jalan tengah. “ Foto ini kan akan kita tunjukin ke temen-temen yang laen, kalau kaya gini mah, kita buang ajah !”seorang teman mengungkapkan kekesalannya . “ Ya udah kita enggak usah lama-lama istirahatnya, yuk kita cari lagi !” kata teman setengah membujuk Satu teman sudah tampak malas-malasan berdiri, karena dia inginnya pulang.
Sekitar setengah jam perjalanan dari tempat istirahat tadi, kami melihat seorang dari kejauhan berjaket kuning dan bertopi biru. Kami bergegas ke sana, namun alangkah kecewanya kami, ternyata yang berpakaian semacam itu, bukan satu atau dua orang saja. Semua tukang foto di sana berseragam seperti itu. Kami dapat informasi dari si tukang foto tersebut. Semakin sulitlah kami mengidentifikasi tukang foto yang kami maksud. Kami harus mencari ciri lain dari si tukang foto itu. “ Udah dah enggak bakalan ketemu, kita pulang ajah !” kata teman saya yang sejak tadi sudah minta pulang. “ Seingat gua, orangnya pendek, kumisan dan kulitnya agak hitam, ya enggak ?” kata teman saya sambil menggerakan tangannya memperagakan bentuk fisik si tukang foto yang dimaksud. “ Yah, eluh betul, eluh inget ajah !”, jawab saya bertiga dengan kompak. “Lihat, sebelah sono tuh, kayanya dia tuh !” kata teman saya yang selalu minta pulang itu. “Kayanya memang dia tuh !” kata saya. ” Hayo cepat ke sono !” kata teman saya yang lain.
Kami berusaha mendekat dan mendekat, namun kami terus saja mengamati wajah si tukang foto itu, untuk meyakinkan kalau dia memang benar-benar yang memfoto kami tadi. Begitu sudah sangat dekat kami berkeyakinan, memang dialah yang tadi memfoto kami, karena kami ingat betul ada satu giginya yang patah alias ompong. Kelihatannya, masih ada satu dua orang yang minta difoto, sehingga kami tidak berani menggangu dia. Kami berlima bersepakat harus menunggu sampai dia benar-benar tidak sedang memfoto. Kurang lebih setengah jam kami menunggu, dan akhirnya tibalah saatnya kami untuk mendekati si tukang foto itu. “ Mau di foto dek, sudah mau tutup nih !” tanya si tukang foto pada kami. “ Kok, dia tidak ingat yah, kalau dia telah memfoto saya.” pikir saya dalam hati. Secara logika memang dia tidak akan ingat dengan orang yang dia foto, karena dalam sehari dia bisa memfoto puluhan bahkan ratusan orang pengunjung dengan suasana padat dan ramai seperti itu.
Dengan perasaan ragu-ragu dan takut saya berlima mendekati si tukang foto itu, “ Bang, tadi siang saya berlima di foto oleh Abang di dekat kandang gajah sebelah sono, Bang !” kata saya dengan suara terbata-bata karena rasa takut. “ Kok, hasilnya kaya begitu Bang !” kata seorang teman saya menambahkan. “ Oh yah, coba sini saya lihat !”, kata tukang foto dengan ramah. “Inikan fotonya sudah bagus, masalahnya apa ?” kata dia untuk menanyakan alasannya. “Kertas fotonya sih sudah kering Bang, tapi wajah-wajah saya kaya begini Bang !” kata saya mengemukakan alasannya. Si tukang foto itu tersenyum mendengar alasan saya. “ Nah, sekarang kamu maunya apa ? “ tanya si tukang foto dengan terus tersenyum. “ Kami minta diulang fotonya Bang !”, kata seorang teman sedikit ngotot. “ Bisa ajah, tapi hasilnya tetap sama!“, kata si tukang foto berusaha meyakinkan. “ Loh, kok tetap sama Bang, memangnya kenapa ?!”tanya seorang teman penasaran. “ Begini ya dek, saya sudah menjadi tukang foto 5 tahun di sini, baru kal ini hasil jepreten saya diprotes !” kata tukang foto menjelaskan dengan amat sabar. “ Lalu bagaimana Bang, supaya hasilnya lebih bagus ?” pinta saya sedikit memaksa. “Saya katakan sekali lagi, walaupun difoto ulang hasilnya tetap sama ! “ kata tukang foto dengan suara agak meninggi.
Kami berlima saling bertatapan sambil bertanya-tanya di dalam hati, kenapa hasilnya tetap sama walaupun difoto ulang. Tukang foto sejenak memperhatikan saya dan teman saya yang sedang bingung mencari alasan kenapa foto itu tetap sama walaupun dijepret ulang. “Adek mau tau jawabannya ?” tanya si tukang foto yang terus menampakan senyum diwajahnya. “Tentu, Bang !” jawab teman saya dengan tangkas. “ Begini ya dek, pengalaman saya, foto itu tergantung siapa yang difoto, kalau yang difotonya ganteng, sudah pasti hasilnyapun ganteng, nah kalau yang difoto orangnya ...” kata tukang foto dengan senyum yang semakin lebar sampai gigi ompongnya tampak terlihat.
Belum selesai tukang foto menjelaskan alasan kenapa hasil foto tetap sama walaupun difoto ulang, kami berlima mundur satu persatu agar tidak mendengar alasan yang selanjutnya yang akan dikemukan oleh si tukang foto itu. Kami tidak sadar foto yang jadi masalah itu kami tinggal di mana, kami betul-betul malu dibuatnya, dengan cara berjalan menunduklah yang kami rasa sangat cocok untuk meninggalkan si tukang foto itu. Rasanya kami ingin berlari, dan cepat hengkang dari tempat wisata itu. Hati kami sangat tertusuk pada saat itu, begitu sederhana alasan yang disampaikan oleh si tukang foto, namun kami berlima tidak berkutik dibuatnya. Saya menggrutu di dalam hati kenapa saya capek-capek mencari tukang foto itu, kalau akhirnya jawaban yang saya peroleh seperti itu. Dari cara dia berbicara, sesungguhnya tukang foto itu tidak mau mengatakan alasan yang sebenarnya jika kami tidak memaksanya. Mungkin dia gemes, nih bocah kok enggak ngerti-ngerti juga.
Kalau saya teringat kejadian itu, saya suka tertawa sendiri. Kalau sedang ada reunian dan ketemu dengan teman-teman itu, mesti kami menceritakan kejadian itu, dan tak sadar suara tawa kami meledak. Paling teman-teman yang lain bilang, “ Ada apa sih, lucu banget !” Mentertawakan diri sendiri memang sewaktu-waktu dibutuhkan, agar kita tidak terbebani dengan kesalahan yang telah kita lakukan. Mentertawakan diri sendiri adalah cara yang paling bijaksana sehingga kita tidak capek-capek mencari alasan kenapa itu bisa terjadi, apalagi sampai cepat-epat memponis adanya campur tangan pihak lain atau istilah kerennya ‘ kambing hitam’. Apalagi, tertawa (red. tidak terbahak-bahak) menurut ahli kesehatan akan menambah atau memperpanjang umur manusia.
Apakah dengan tidak gantengnya kita, kita harus merobek foto yang memang jelas-jelas duplikat wajah kita, atau kita harus merusak kameranya, atau memaki-maki si tukang foto yang kita anggap kurang profesional. Justru dengan pristiwa itulah, kita bisa berkaca diri, untuk melihat dengan arif siapa diri kita. Kita harus belajar untuk berpikir, berkata dan bertindak tidak untuk menyalahkan siapa-siapa. Setiap manusia tidak pernah luput akan kesalahan dan kealfaan, namun seyogyanya pula tidak terus merasa bersalah atau dipersalahkan.
Mentertawakan diri atau mengoreksi tentang kekurangan diri, adalah cara yang paling bijaksana. Dengan begitu, diri kita tidak merasa besar, apalagi sampai membesar-besarkannya. Orang yang selalu membesar-besarkan diri, sangat ingin dan bangga jika dirinya dibesar-besarkan. Perasaan ingin dihormati atau dalam istilahnya gila hormat, dalam beberapa sumber, perbuatan demikian adalah termasuk salah satu penyakit hati. Orang yang mengidap penyakit itu, sering memunculkan sifat keakuannya. Kalau bukan karena saya, hal itu tidak mungkin terjadi.
Orang yang bertipe demikian, cendrung memikirkan untung rugi. Antara perkataan dan perbuatan sering tampak kontras alias berbeda. Manakala menguntungkan pribadinya dia tampil paling depan, sebagai pihak pembela, berteriak paling kencang, terkesan membela pihak lain, tampak rela berkorban, dan tampak sekali sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Namun, manakala kepentingannya terganggu alias membahayakan, dia cepat-cepat cari jalan aman, sibuk mencari alasan, melihat dari kejauhan, menjauhi teman, menjilat atasan, enggan berada di depan, mundur perlahan ke belakang dan pada akhirnya sudah bisa ditebak lempar tanggung jawab. Ini di luar tanggung jawab saya.
Mentertawakan diri atau mengetahui kelemahan diri adalah acara yang paling ampuh untuk melatih diri bertindak cermat dan bijaksana, tidak cepat-cepat menyalahkan pihak lain, apalagi sampai mengorbankannya. Tindakan cermat dan bijaksana yang dilandasi akan kekurangan yang ada pada dirinya, akan terhindar munculnya sifat pengecut atau pecundang. Orang yang berani mengatakan yang benar walapun pahit dirasakan, adalah orang yang tidak takut akan kehilangan kenikmatan dunia, dia akan lebih takut jika harus kehilangan kenikmatan akhirat. Sifat pengecut yang dilandasi kekurangpercayaan diri, rela melakukan apa saja, bohong sana bohong sini, sikut kiri sikut kanan, angkat atas injak bawah, yang penting kepentingan dirinya aman dan tujuan tercapai.
Di atas muka bumi ini, apapun yang terjadi tidak pernah terlepas sedikitpun dari perhatian dan skenario Allah SWT, di ciptakan oleh-Nya ada yang tulus ada yang pamrih, ada yang amanah ada yang khianat, ada yang miskin ada yang kaya, ada yang pintar ada yang awam, rajin malas, cantik jelek, tinggi pendek, besar kecil, pejabat rakyat jelata, banyak sedikit, cepat lambat, baik buruk, suka benci, hitam putih, menarik membosankan, dan lain-lain. Itu semua dimaksudkan agar terjadinya keseimbangan hidup. Tidak ada kata lain, kecuali banyaklah bersyukur. Semua yang terlahir di muka bumi ini, secara fisik sudah terima jadi. Artinya, kalau sudah dilahirkan tidak ganteng atau tidak cantik, yah pasrah itu sudak takdir. Namun secara non-fisik, manusia harus senantiasa memperbaiki sifat, tingkah laku atau kualitas yang ada pada dirinya, terlebih menanamkan sifat-sifat positif ke dalam sanubarinya. Sebagaimana diketahui, di hadapan Allah tingkat ketakwaan seseoranglah yang menjadi ukuran, bukan pada bentuk fisiknya. ( Penulis adalah Guru SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran ).



Berikan Keteladanan

Berikanlah Mereka Keteladanan
“ Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Informasi “
Oleh : M Yasin Marjaya

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sedemikian pesat, untuk itu dituntut bagi para penikmatnya memiliki kecakapan ataupun kemampuan memfilter agar perkembangnya tidak menyimpang atau menimbulkan efek negatif yang sangat membahayakan bagi tatanan kehidupan masyarakat khususnya bagi para generasi muda. Jika tidak, hal itu akan mendatangkan kecelakaan dan kerusakan tidak saja untuk generasi sekarang akan tetapi sangat mungkin untuk generasi yang akan datang. Begitu banyak contoh-contoh korban kecanggihan informasi dan teknologi yang terjadi di masyarakat, yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap kedahsyatan dampaknya, bukan nilai-nilai positif yang bisa diperoleh namun malah sebaliknya nilai-nilai negatif yang dituai, bahkan yang membuat miris sudah sangat banyak para generasi muda yang menjadi korban dan yang lebih mencemaskan lagi sudah sangat banyak pula dari mereka yang terpedaya olehnya.
Pengaruh-pengaruh negatif terhadap kemajuan teknologi dan informasi membuat keprihatinan banyak pihak ; media hiburan nyaris 24 jam menyuguhkan banyak tontonan yang sangat tidak sesuai dengan budaya ketimuran, kekayaan dan kemewahan begitu mudah mereka pertontonkan sampai tidak ada batas halal haram, pornografi dan pornoaksi seakan tidak pernah henti, sinetron-sinetron yang menyuguhkan kemewahan, individulisme, eksploitasi seksual, gambaran siksa kubur, ramalan, cerita-cerita khayal, kekerasan dan sadisme terus saja bermunculan bak jamur di musim hujan.
Banyak bahan-bahan bacaan yang ditampilkan baik tulisan maupun gambar-gambarnya saat ini, sudah sangat jauh dari nilai-nilai edukasi. Surat kabar, majalah, tabloid, dan sejenisnya yang rada-rada porno, bahkan nyaris porno terus saja terbit, yang sebenarnya hanya menguntungkan beberapa gelintir para pemilik modal semata. Banyak juga ditemukan buku-buku komik yang sangat digemari oleh anak-anak itu, berisi gambar-gambar kartun tanpa busana alias porno Rasanya kita semua paham akan hal itu, tinggal seberapa besar kemauan dan tekat yang kuat bagi para pengelola negara ini menindak bahkan menutup perusahaan penerbitan tersebut yang sudah nyata-nyata sangat meracuni para generasi muda. Disinyalir ada kejahatah terorganisir yang sengaja dijalankan untuk menghancurkan moral dan akhlak para generasi muda, khususnya generasi muda Islam.
Puluhan saluran TV singgah di rumah kita; saluran TV lokal, nasional bahkan internasional sangatlah mudah untuk dinikmati. Inilah salah satu dampak kemajuan teknologi. Tak seorangpun mampu menghindar. Setiap detik, informasi sekecil apapun yang terjadi di belahan muka bumi ini. dapat diketahui dan menyebar begitu cepatnya. Jarak yang jauh tidaklah menjadi penghalang, pendeknya apa yang terjadi di setiap pelosok ujung bumi ini dapat didengar, ditonton atau disaksikan secara langsung, seperti menonton pertandingan sepak bola yang acapkali ditayangkan dari daratan Erofa.
Dan sekarang yang sedang booming, adalah sambungan internet, yang menyuguhkan jutaan informasi yang bisa diakses, oleh siapun dan kapanpun. Berbagai informasi dapat di ketahui, bertambah dan berganti informasi demikian cepatnya, dalam hitungan detik semua inforamsi yang terjadi di ujung dunia manapun dapat diketahui dengan cepatnya. Teknologi inilah, yang sekarang sedang menghantui para generasi muda kita. Sambungan internet dapat dinikmati lewat komputer, laptop bahkan pesawat handphone Kita tidak dapat menghindar bahkan meniadakan akan hal itu, karena pada dasarnya banyak juga hal-hal positif yang bisa didapatkan dengan memanfaatkan teknologi tersebut. Tinggal kembali kepada kita, apakah kita lebih senang membuka situs-situs yang membawa manfaat untuk diri kita atau malah kita sering membuka situs-situs yang membawa keburukan pada diri kita, semua terserah Anda.
Dari sekian contoh dampak yang ditimbulkan atas berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi tak selamanya negatif, berapa banyak para dokter menemukan jenis-jenis penyakit , kemudian mereka menciptakan obat penangkalnya, para ahli dalam bidang pertanian, menemukan bagaimana cara meningkatkan pruduktifitas hasil pertanian, dan para ahli-ahli lainnya senantiasa melakukan penelitian untuk menambah khazanah perbendahaaran hasil penelitain yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu penilain yang berimbang sangatlah dibutuhkan, teramat kurang bijak kalau harus mencari kambing hitam sebagai alasan pembenaran untuk saling menyalahkan pihak lain disebabkan persoalan-persoalan yang telah, sedang, dan akan terjadi di masyarakat, wabilkhusus yang mengancam para generasi muda. Rendahnya etika pergaulan, sikap individualistik, hidup permisif (serba boleh), bersifat keduniaan, hidup berpoya-poya, liberalisme, meniadakan kehidupan akhirat, inilah deretan pemikiran yang sengaja diciptakan oleh musuh-musuh Islam.
Adalah merupakan tugas berbagai pihak ; pemerintah, para pemuka agama, kaum pendidik, masyarakat sekitar dan sudah barang tentu orang tua di rumah, sebagai satuan masyarakat terkecil yang semestinya memperhatikan perkembangan dan perubahan tingkah laku putra-putri mereka, berilah kepada mereka keteladan ucapan dan perbuatan, hentikan ancaman dan tekanan, mungkin inilah salah satu dari sekian cara yang paling elegan untuk mereka saat ini.
Bukan saatnya lagi bagi orang tua, mencetak atau membentuk anaknya sesuai dengan keinginannnya. Setiap anak memiliki fitrah sendiri-sendiri untuk berkembang dan tumbuh sebagai manusia dewasa sesuai dengan bakat, kemampuan, kegemaran, kemauan bahkan dunianya. Tidak ada suatupun bahkan siapapun secara dominan mempengaruh kehidupan pribadi seseorang. Walaupun ada suatu teori yang cukup terkenal, teori tabularasa, anak digambarkan sebagai kertas putih, tinggal keinginan si penulis, apakah diisi dengan gambar atau tulisan. Gambar dengan pensil yang dipoles dengan warna-warni, atau dengan tulisan yang indah dengan tinta warna hitam, biru, merah. kuning, atau hijau, sesuai dengan selera penulis. Oleh karena itu, kewajiban orang tua adalah memberi teladan, mengarahkan dan mendorong anak-anaknya.
Anak adalah permata hati bagi setiap orang tua. Setiap kita mendambakan anak-anak yang soleh dan solehah. Tidak ada kebahagiaan yang paling indah kecuali memiliki anak-anak dan istri yang soleh dan solehah. Setiap kita berhak mencari karunia demikian, karena itulah salah satu jalan untuk meretas kebahagiaan tidak saja di dunia namun insya Allah juga kebahagiaan di akhirat kelak.
Berapa banyak orang tua yang prustasi karena anak-anak mereka tidak berprilaku seperti apa yang diharapkan. Orang tua menginginkan ke kanan, anak malah jalan ke kiri, orang tua bilang A, anak bilang B, orang tua mengatakan ini yang baik, anak justru mengatakan itu yang baik, nyaris apa-apa yang dinginkan orang tua hampir tidak pernah kesampaian, bahkan selalu terjadi pertentangan. Mungkin ini adalah salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh semakin majunya ilmu pengetahuan, tekonologi dan informasi.
Untuk mencegah bahkan kalau mungkin menghentikan ( walaupun sangat sulit ) dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang sedemikian pesatnya, tidak ada jawaban lain, kecuali bentengilah para generasi muda dengan pengetahuan agama yang memadai, mereka harus paham betul mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang membawa manfaat dan mana yang membawa mudharat, singkatnya mereka mampu memilah hal-hal apa saja yang membawa kebaikan untuk dirinya, keluarganya, dan bila perlu membawa kebaikan untuk lingkungan di sekitarnya.
Terlebih bagi orang-orang yang tinggal di kota-kota besar, persaingan hidup semakin tajam, kebutuhan hidup semakin meningkat, sifat individualisme sangat menonjol, rasa empati dan simpati terhadap sesama semakin merosot, sikut kiri sikut kanan, injak bawah jilat atas sudah menjadi hal yang lumrah, hidup komsumtif bagi yang berada sudah menjadi pemandangan sehari-hari, mobil-mobil mewah dengan harga miliran rupiah banyak berseliweran di jalan-jalan, dan masih banyak lagi tingkah laku lainnya yang senantiasa dipertontonkan oleh masyarakat ekonomi kelas atas.
Sebaliknya, perhatikan masyarakat yang hidup serba kekurangan, pagi makan sore tidak, tinggal di rumah kontrakan, sempit, di dalam gang, tertimpa banjir, istri sakit-sakitan, anak-anak putus sekolah, tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran, boro-boro ijazah, SD ajah enggak tamat, dapat kerja harus pakai uang pelicin, berdagang di pinggir jalan diusir petugas, dua bulan belum bayar listrik, mertua di kampung minta dikirimi uang, keluarga enggak punya, mau mengemis malu, jadi pemulung sering dicurigai, karena banyak jemuran sering hilang, mau utang motor ingin jadi tukang ojek, enggak boleh amak bank karena enggak punya jaminan, mau pinjam uang enggak ada yang percaya, mau tidur enggak pulas-pulas, perut lapar keroncongan, pergi ke dapur enggak ada makanan kerena sudah dari kemarin enggak masak, perasaan sabar enggak kurang-kurang karena memang itu yang bisa dilakukan, itulah sekelumit gambaran nasib orang-orang papa yang nekat tinggal di kota-kota besar.
Untuk menjawab itu semua ada solusi sederhana yang perlu dilakukan, namun tampaknya sulit dilaksanakan, yaitu ; Berilah Anak-Anak Kita Keteladanan, meliputi; keteladanan pikiran, keteladanan perkataan dan yang tak kalah pentingnya adalah keteladanan perbuatan. Bersambung ( ... )

Bintang kan bersinar ?

BINTANG KAN BERSINAR ?
SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran “ Sweet Seventeen “
Oleh : M. Yasin Marjaya, M.Pd.

Terletak 500 meter dari perumahan mewah Permata Hijau, SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran, di bawah bimbingan YPI Al Azhar bekerjasama dengan Yayasan Ar-Ridho, diusianya yang ketujuh belas tampak mempercatik diri bak seorang gadis yang suka bersolek di muka cermin. Tujuh belas tahun berkiprah sebagai lembaga sosial khsususnya dalam bidang pendidikan, SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran secara terus-menerus berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan sebaik dan semaksimal mungkin agar tujuan mulia mencetak kader masa depan yang unggul intelektual dan spiritualnya menjadi kenyataan.
Sejak berdiri tahun 1990, SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran sudah mengalami 4 kali pergantian pimpinan, saat ini adalah Drs. H. Ahmad Fatoni, dengan demikian banyak ide-ide cemerlang mereka yang terakumulasi sebagai pendorong untuk mewujudkan visi dan misi lembaga yang mampu bersaing secara positif dengan lembaga-lembaga lain yang sebelumnya jauh lebih maju. Kuatkan tekat, singsingkan lengan baju, singkirkan selimut, tumbuhkan optimisme, gali kreatifitas, itulah mungkin kata-kata yang sangat cocok untuk menggelorakan hati dan jiwa segenap warga sekolah demi mencapai masa depan yang gemilang . Allah akan menjawab keinginan umat-Nya terhadap apa-apa yang diikhtiarkan mereka jika itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan.
Tujuh belas tahun, bukanlah waktu yang singkat bagi SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran, untuk ikut serta dalam mencerdaskan anak bangsa, berbagai upaya perbaikan terus saja dilakukan, baik dalam hal fasilitas belajar, maupun metode pengajaran. Faktanya, sudah ratusan alumni tersebar di berbagai perguruan tinggi, bekerja mengamalkan ilmunya di beberapa instansi pemerintah dan swasta, dan untuk waktu-waktu tertentu diundang untuk memberikan dorongan atau motivasi belajar kepada adik-adik kelasnya.
Meminjam bahasa romantisnya, tak kenal maka tak sayang. Untuk itu pada bagian ini, penulis berusaha mencoba menjelaskan SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran dari apa yang dilihat dan telah dilaksanakan. Setidaknya SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran memiliki beberapa kelebihan diantaranya :
Pertama, setiap awal tahun pelajaran bagi murid-murid baru diwajibkan mengikuti Pembinaan Keilmiahan dan Ketakwaan selama tiga bulan. Hingga sekarang, hampir 10 angkatan sudah diberikan. Murid-murid dibekali pengetahun dasar mengenai langkah-langkah penulisan karya ilmiah dengan mengkaji teori-teori sederhana yang dilanjutkan dengan presentasi hasil karyanya secara kelompok di depan rekan mereka atau guru pembimbing. Teori-teori yang dikaji meliputi ilmu alam dan ilmu sosial. Murid-murid diberikan kebebasan untuk memilih suatu teori dan bentuk presentasinya. Fauzian, S.Pd., sebagai guru pembimbing menceritakan bahwa sebagian besar murid-murid tertarik pada teori-teori Galileo Galilei karena lebih menarik dan mudah untuk diperagakan. Murid-murid juga pernah membuat laporan tentang ibadah shalat mereka di rumah, besaran uang jajan dan penggunaannya, dan membuat angket untuk melihat sejauhmana murid-murid SD masuk ke SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran. Laporan kegiatan mereka dalam bentuk karya ilmiah sederhana yang dilengkapi dengan gambar atau grafik dan tentunya juga dengan perhitungan angka-angka. Untuk mengakhiri kegiatan pembinaan, di akhir bulan ke tiga, semua murid wajib hadir untuk mempresentasikan hasil kerjanya secara kelompok dengan membawa bahan-bahan yang mereka persiapkan sendiri. Pada kesempatan ini, akan terjadi tanya-jawab layaknya mahasiswa yang sedang mempertahankan skripsinya. Kegiatan ini berlangsung hingga malam hari, yang dilanjutkan dengan menginap di sekolah sampai pelaksanaan shalat tahajud. Jam 03.00 malam murid-murid dibangunkan untuk melaksanakan shalat malam, dilanjutkan dengan berdzikir, tausiah dan muhasabah sampai tak terasa pipi-pipi mereka basah dengan linangan air mata. Mereka menyadari betapa kecilnya mereka di hadapan Allah, ilmu yang mereka miliki hanya setitik debu yang tidak berarti apa-apa. Mereka adalah calon-calon yang dipersiapkan sebagai anggota ekskul Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran.
Kedua, fasilitas olah raga, setidaknya jarang ditemukan di sekolah-sekolah Al Azhar lain yang memiliki fasilitas lapangan tenis. Bapak Parsudi sebagai pembina ekskul tenis lapang sangat berbahagia dengan adanya fasilitas semacam ini, sehingga sekolah memiliki kekhasan dan kepada murid-murid diberikan alternatif pilihan ekskul yang lebih beragam. Waktu latihan satu minggu sekali, yaitu pada hari Kamis, yang dipandu dengan seorang pelatih yang berasal dari perkumpulan pelatih tenis Willtec. Pernah di tulis dalam sebuah tabloid ibukota khusus tenis, pada saat pertandingan persahabatan atau sparing partners dengan salah satu sekolah. Para peserta ekskul tenis lapang sangat bersemangat dalam latihan, namun untuk melakukan pertandingan-pertandingan mengalami kesulitan, karena sangat jarang sekolah-sekolah yang memiliki ekskul tersebut.
Ketiga, memiliki lahan penelitian dan sarana tadabur alam yang sangat luas, terletak di Bukit Sentul Bogor Jawa Barat, milik Bapak H. Asmuni Ketua Yayasan Ar-Ridho. Dalam satu kesempatan, seluruh guru, karyawan, dan Pengurus Jam’iyyah dari TK, SD dan SMP di bawah naungan Yayasan Ar-Ridho diundang untuk berkunjung ke sana dan dalam kata sambutan Beliau mengajak kepada seluruh undangan untuk memanfaatkan lahan ini sebaik-baiknya sebagai penunjang proses belajar-mengajar terutama yang terkait dengan praktek lapangan. Kelompok Ilmiah Remaja SMP Islam Al Azhar 4 KMD, sudah beberapa kali menggunakan tempat ini yang salah satu kegiatannya adalah menamam pohon yang pohonnya dibeli sendiri oleh masing-masing.anggota KIR. Lahan yang luasnya puluhan hektar tersebut, penulis memperhatikan sudah ada beberapa sekolah Al Azhar lain yang berkunjung ke sana dan menanam pohon dengan melihat papan nama sekolah yang tertancap di areal yang tampaknya memang sudah terkapling-kapling. Karena sangat luas dan menariknya tempat tersebut, penulis berkesimpulan bahwa tempat ini sangat cocok untuk kegiatan hiking dan tadabur alam, dan tampaknya tempat ini juga sedang dipersiapkan untuk kegiatan out bond dengan melihat mulai dibuatnya perlengkapan pendukung kegiatan tersebut di tempat ini.
Keempat, SMP Islam Al Azhar 4 KMD terletak di lokasi yang cukup kondusif, jauh dari pertokoan, jalan raya dan keramaian. Dan yang lebih menguntungkan lagi, terletak dimana penduduknya masih banyak penduduk asli, yaitu orang Betawi yang sudah terkenal dengan penanaman nilai-nilai agama yang cukup kuat. Hubungan sekolah dengan masyarakat sekitar cukup harmonis ditandai dengan dilaksanakannya beberapa kegiatan yang melibatkan mereka, diantaranya; Santunan Anak Yatim, Pasar Murah (Bazar ), Pemotongan Hewan Kurban, Buka Puasa Bersama, Gerakan Orang Tua Asuh, Dzikir bersama Arifin Ilham, dan banyak lagi. Masyarakat sekitar sangat senang dengan berdirinya sekolah Al Azhar, karena cukup membantu terutama pada saat berlangsungnya kegiatan-kegiatan sebagaimana tersebut di atas.
Kelima, dengan segala keterbatasannya, SMP Islam Al Azhar 4 KMD mulai tahun pelajaran 2006-2007 sudah mencoba menerapkan Bilingual Class pada kelas tertentu yaitu dimulai hanya satu kelas untuk kelas 7, dan mata pelajaran yang diberikan selain bahasa Inggris yaitu mata pelajaran PLKJ dan Pendidikan Agama. Pada awal tahun pelajaran, murid kelas 7 secara keseluruhan di tes kemampuan bahasa Inggrisnya, yang memiliki kemampuan cukup baik, dikelompokan untuk menjadi murid kelas bilingual setelah orang tua mereka menyetujuinya. Dalam perjalannya, orang tua murid sangat mendukung dan mengusulkan kepada sekolah untuk menambah mata pelajaran lainnya untuk tahun pelajaran berikutnya. Penulis sangat kagum melihat kesungguhan dan kemauan yang keras dari seluruh guru untuk mendukung suksesnya program ini, karena mereka memahami inilah salah satu bentuk promosi sekolah yang mungkin cukup ampuh untuk menarik calon murid. Setiap hari Jum’at, mereka rela berada di sekolah sampai sore hari untuk belajar bahasa Inggris terutama yang berkaitan dengan percakapan yang biasa digunakan sehari-hari. Untuk memenuhi tuntutan orang tua sebagaimana di atas, untuk tahun pelajaran 2007-2008 mata pelajaran bilingual akan ditambah, diantaranya; Matematika, Fisika dan Ekonomi. Sekolah juga sedang mengadakan koordinasi dengan Yayasan tentang moving class, mungkinkah tahun pelajaran berikut dapat diterapkan.
Dari sekelumit uraian perkembangan SMP Islam Al Azhar 4 KMD yang penulis paparkan ini, setidaknya akan menjadi pencerahan dalam rangka meringankan langkah dan gerak kami untuk mewujudkan visi dan misi sebagaimana yang ditetapkan oleh YPI Al Azhar umumnya dan SMP Islam Al Azhar 4 KMD khususnya. Bila saja kelima kelebihan ini dapat disinerjikan secara maksimal, penulis yakin akan menjadi suatu kekuatan yang cukup diandalkan untuk bersaing dengan sekolah-sekolah yang berada di urutan papan atas. Kelima kekuatan itu akan menjadi charger atau asupan gizi yang sangat dibutuhan agar bintang yang selama ini redup akan bersinar terang-menderang yang akan menerangi segala sesuatu yang ada di bawahnya.
Angka tujuh belas sering dijadikan sugesti ; tujuh belas raka’at dalam shalat, tujuh belas Ramadhan, tujuh belas Agustus, dan tujuh belas tahun SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran, akan menjadi starting point atau momen yang sangat tepat untuk melakukan introspeksi dan retrospeksi diri sehingga tentang apa, mengapa dan bagaimana kinerja sekolah dapat dicarikan solusi yang tepat sehingga bisa berada sejajar dengan sekolah-sekolah yang telah lama maju. Bintang kan bersinar, diusianya yang ketujuh belas.( May God bless us )

Si Duleh Sang Pemimpin

Si Duleh Sang Pemimpin
Oleh : Yasin ABetA
SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran

Artikel yang berada di hadapan pembaca saat ini adalah sebuah kisah jenaka yang diangkat dari cerita piktif, sungguh merupakan karya iseng dan spontan, manakala penulis berada di depan komputernya, tak terasa tangan digerakkan, terciptalah seonggok kisah sederhana ini.
Karena ketidakadabiayaan, sungguh sial nasib pemuda Betawi yang tinggal di pelosok paling selatan kota Jakarta, tepatnya di desa Aduhai, Kecamatan Mesem, tidak jauh dari rumah Kepala Desa, Haji Udin namanya, harus berhenti sekolah alias drop out kata orang sekarang. Sebenarnya dia terbilang anak yang patuh, rajin dan sedikit cerdas, terbukti dia selalu pergi mengaji setiap habis maghrib, suka membantu orang tuanya bekerja dan tidak pernah tinggal kelas.
Si Duleh terlahir dari 9 bersaudara. Dia adalah anak tertua. “ Kenapa orang tua gua enggak ikut KB?” “ Apa dia takut dosa atau dia pikir banyak anak banyak rejeki ?” tanya si Duleh dalam hatinya. “ Andai gua hanya dua bersaudara, mungkin nasib gua enggak seperti ini.” si Duleh menggerutu.
Cita-cita si Duleh kayanya sih enggak muluk-muluk. Dia hanya ingin jadi orang yang berguna bagi keluarga dan agamanya. Itulah jawaban yang diberikan seketika salah seorang temannya bertanya tentang cita-citanya. Jawabannya sangat standar kalau kata orang pinter. Kenapa cita-citanya enggak ditambah agar berguna untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Ya, seperti anak-anak lain kalau ditanya tentang cita-citanya, dijawab dengan lengkap agar berguna bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. “ Cita-cita begitu aja, belum tentu tercapai apalagi dipanjangin kaya gitu, makin susah aja ! “ celetuk si Duleh. “Cita-cita panjang dan lengkap sih boleh aja, tapi sama aja kita naruh bintang di langit ke tujuh”. “Bayangin coba, sulit kan ?” komentar si Duleh.
Si Duleh memang orang yang tahu diri. Dia tidak bercita-cita menjadi dokter, insinyur, pilot, tentara, manager, direktur, mentri apalagi presiden. “ Sehat dan panjang umur aja, udah Alhamdulillah.” “ Gua makan sering mutih, yaitu nasi putih dan air putih doang.” keluh si Duleh. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang sangat pas-pasan atau bisa terbilang keluarga yang layak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai yang dicanangkan pemerintah belakangan ini, sangatlah mustahil bercita-cita seperti yang disebutkan di atas. “ Makan singkong beneran rasanya jauh lebih enak dibanding makan roti, mimpi.” si Duleh mencoba berfalsafah.
Mengecam pendidikan sampai kelas 2 SMA, rupanya menjadi bekal yang sangat berharga untuk bergaul dengan teman sebayanya bila bercerita bagaimana suka dukanya kehidupan di sekolah. Sebenarnya, si Duleh tidak begitu suka mendengar gosip-gosip percintaan apalagi cerita-cerita yang berbau kemewahan yang sangat disukai oleh kebanyakan orang seusianya.. Dia lebih suka mendengarkan berita-berita politik., tidak seperti teman-teman seangkatannya yang lebih suka bercerita tentang indahnya masa remaja. Oleh karena itu, si Duleh lebih sering nongkrong bersama orang-orang yang usianya jauh lebih tua dari dia.
Kalau si Duleh sedang bercerita tentang perkembangan politik yang sedang in, sepertingya kita sedang berhadapan dengan Andy Malarangeng, seorang jubir presiden itu loh. Orangnya ganteng ditambah lagi dengan kumis hitamnya yang tebal dan konon sangat disukai oleh artis Dorce Gamalama. Ya, begitulah si Duleh. Kalau dia mulai bicara politik, seharian dia jabanin. Gaya bicaranya mantep, dibumbui dengan dalil-dalil teori yang sangat argumentatif. Ketika mendengar dia berbicara benar-benar terkesima dibuatnya. Kalau anak sekarang bilang titik komanya jelas banget.
Si Duleh memang pemuda yang aneh. Begitu banyak informasi politik yang masuk ke kapalanya. Mungkin inilah kelebihannya, dia bisa mendapatkan informasi begitu banyak sedangkan sekolah aja enggak selesai, apalagi sampai jadi mahasiswa. Di samping itu dia juga tidak pernah berlangganan koran. Televisi apalagi, wong makan sehari-hari saja jarang pakai lauk. Kecuali radio butut yang selalu menemani pada saat kesendiriannya. Kesehariannya, dia habiskan untuk ngobrol dari satu tempat ke tempat lainnya. Tongkrongan tetapnya di kios koran yang berada tidak jauh dari rumahnya. Di tempat itulah, dia habiskan waktunya dengan membaca berbagai jenis koran dan majalah. Bang Udin, si empunya kios koran sangat senang bila si Duleh berada bersamanya. “ Satu hari saja si Duleh enggak dateng, sepertinya ada yang kurang .” kata Bang Udin.
Sebenarnya si Duleh ingin bekerja, tetapi siapa yang mau terima. Dia hanya punya ijazah SMP doang. Pengalaman kerja belum ada. Koneksi, apalagi uang untuk pelicin boro-boro. Hidupnya memang sangat memprihatinkan. Bapaknya pekerja serabutan, kadang kerja kadang enggak. Lebih banyak enggaknya kebanding kerjanya. Ibunya sakit-sakitan. Namun demikian, pada saat ibunya sehat sekali-kali ibunya kuli mencuci di rumah kampung sebelah untuk menutupi sebagian kecil kebutuhan keluarganya.
Si Duleh bukanlah satu-satunya keluarga yang mengalami nasib kurang beruntung, akan tetapi masih ada jutaan keluarga lainnya yang nasibnya seperti dia. Si Duleh tidak pernah neko-neko. Orangnya sangat jujur dan tidak minder. Dia jalani hidupnya seperti mengalirnya air. Sifat air adalah selalu mencari tempat yang lebih rendah. Dia selalu bersyukur dengan apa yang dia dapatkan. Tampaknya, karunia sehat yang selama ini dianugerahkan oleh-Nya sudah cukup buat dia dan keluarganya. Bukan berarti si Duleh tidak membutuhkan materi. “ Buat apa harta berlimpah kalau badan enggak sehat ?” si Duleh coba menghibur.
Si Duleh sangat aktif dalam setiap kegiatan di desanya. Kerja bakti membersihkan got, membangun jalan, membangun musholla, perayaan tujuh belasan, sampai perayaan keagamaan, semisal ; Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Lebaran Yatim, Nuzulul Qur’an, peranan si Duleh sangatlah menonjol. Sumbangan pemikiran dan tenaga, si Duleh lah orangnya. Namun, urusan sumbangan materi, jangan ditanya. Bukan karena kikir alias pelit, memang itulah kelemahan si Duleh. “ Bersedekah enggak mesti dalam bentuk harta, akan tetapi bisa dalam betuk tenaga, pikiran bahkan senyum terhadap saudaramu, itu sudah termasuk bersedekah.” Si Duleh berusaha mengutip perkataan ustadz di pengajian bulan lalu.
Saat ini si Duleh sedang sibuk mendata warga yang layak menerima Raskin kepanjangan dari beras miskin dan mendata ulang warga yang layak mendapatkan BLT alias Bantuan Langsung Tunai. Dengan kenaikan harga BBM sekitar 28 persen lebih, tak hayal jumlah penduduk miskin di desa dimana si Duleh tinggal mengalami penambahan jumlah yang cukup signifikan. Pemerintah menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk hidup hemat. “ Badan kita udah kurus, lalu disuruh kencangkan ikat pinggang, mau jadi apa kita ini?” si Duleh coba membantah.
Pendistribusian Raskin di desa si Duleh belakangan ini, mengalami ketidaklancaran alias enggak beres. Kejadian itu sudah tercium oleh petugas yang memantau secara langsung ke desa-desa dengan melakukan dialog pada setiap warga yang tercatat sebagai warga yang terdaftar untuk menerima Raskin. Ada warga yang menerima Raskin setiap bulan, dua bulan, tiga bulan, bahkan ada yang terima baru sekali. Demikian pula pendistribusian BLT, warga yang sebenarnya tidak layak, diberikan, sementara yang sangat layak tidak diberikan. “ Yang tidak layak itu, kebanyakan dari keluarganya pak RT.” “ Itu sih namanya, KKN ?” Bang Somad nyeletuk.
Akibat kejadian itu, seluruh kepala desa diundang ke kantor kecamatan. H. Udin kepala desa dimana si Duleh tinggal, tak terkecuali. Pakades datang ke kacamatan didampingi oleh Sekdes karena dialah yang tahu percis dan mencatat segala tetek bengek laporan yang terjadi di desanya. Dari data-data yang dikumpulkan oleh petugas tentang pendistribusian Raskin dan BLT dari seluruh desa penerima program tersebut, ditemukan kejanggalan. H. Udin sangat sok, kalau di desanya juga ditemukan laporan yang dibelokan alias tidak sesuai dengan kenyataan. Jumlah uang yang dikuncurkan selama ini tidak sesuai dengan pendistribusian. Datanya Aspal, asli tapi palsu. Mungkin kalau kata Sri Mulyani yang mentri keuangan itu, “ terjadi mark up.”
H. Udin yang sudah 3 kali bolak-balik Mekah, harus kecewa pada bawahannya yang selama ini ABS, Asal Bapak Senang. Setiap laporan yang ada di atas mejanya langsung ditandatangani tanpa harus membaca terlebih dahulu. Setelah rapat di kecamatan usai, dengan wajah memerah H. Udin menghampiri Sekdesnya. “ Kenapa bisa terjadi seperti ini?” “ Eluh bener-bener mau kejeblosin gua ke penjara !” “ Mau taroh di mana muka gua ?” H . Udin terus memaki. Cekcok omong terus berlangsung sampai perjalanan pulang mereka. Mereka hanya berdua di dalam mobil, H. Udin dan Sekdesnya sehingga tidak ada penengah.
Mobil yang dikendarai oleh Sekdes dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba oleng tidak terkendali. Dalam keadaan emosi injakan gas tidak terkontrol, demikian pula posisi stir yang tidak karuan. Dari arah berlawan muncul truk gandeng membawa ratusan sack semen yang beratnya ratusan ton. Bisa dibayangkan apa yang terjadi. Masya Allah, terjadilah kecelakaan yang sangat mengerikan. H. Udin dan Sekdesnya seketika menemui ajalnya. Mereka menemui Sang Penciptanya dengan cara yang mengenaskan. Mobilnya hancur tak berbentuk. Itulah takdir, tak satupun mahluk di dunia ini tahu dan mampu untuk menolaknya. Semua itu sudah keputusan Allah. Kita hanya bisa berdoa semoga diakhir hayat kita dalam keadaan khusnul khotimah. Amin.
Tak berselang lama, kabar tentang kecelakaan yang menimpa H. Udin dan Sekdesnya menyebar ke seluruh penduduk desa. Di kantor desa dan di rumah kepala desa ramai oleh para penduduk desa yang sedang menanti datangnya jenazah mereka. Macam-macam tikah pola penduduk desa. Ada yang menampakan raut sedih, sebagai ungkapan rasa ikut berduka cita. Ada yang biasa-biasa saja. Ada yang sibuk mengatur bangku-bangku, sibuk menyiapkan minuman, sibuk memasang tenda, bahkan di pojok sana terdengar suara ketawa tak tahu apa yang diobrolkan.
Dari kejadian itu, kiranya bisa menjadi pelajaran buat kita terlebih sang pemimpin. Banyak orang merasa kehilangan dan sedih manakala ketidakadaan dia benar-benar dirasakan oleh orang lain. Pemimpin yang membawa manfaat terlihat jelas pada saat ketidakadaan dia. Dia senantiasa memberikan keteledanan-keteladanan yang patut ditiru baik dalam perkataan terlebih perbuatan. Keteladanan positif adalah teguran dan ajakan yang paling santun dan bijaksana. Tidak setiap keteladanan berkonotasi positif, namun ternyata keteladanan juga ada yang besifat negatif. Tanpa disadari, pemimpin acap kali melakukan hal-hal yang seharusnya kurang tepat dilakukan seorang pemimpin, sehingga suatu saat dia mau menegur bawahannya tentang apa yang menjadi masalahnya, dia tidak berani melakukannya, karena dia sering melakukan itu. “ Beresin diri sendiri dulu dah, sebelum ngeberesin orang laen.” kata Haji Indun.
Beberapa hari setelah pemakaman H. Udin dan Sekdesnya, mulailah penduduk selebar kampung membicarakan tentang orang yang pantas menggantikan kedudukan Kades tersebut. Isu yang berkembang, mereka tidak mau dipimpin oleh orang luar kampung mereka. Masalahnya, masa tugas H. Udin masih lama yaitu sekitar 4 tahun lagi. “ Kita tolak aja kalau ditunjuk petugas sementara.” kata Bang Ujang. “ Orang sekolaan bilang, kerteker gitu !” Bang Ujang menambahkan.
Tak terkecuali di warung Nce Kokom, yang terkenal akan nasi uduk dan sambelnya dan yang kesohor juga teh pahit buatannya, Bang Ocid dan Bang Udi sejak pagi sudah nongkrong. Mereka sangat serius ngobrolin tentang orang yang pantes ngegantiin Pak Kades yang sudah almarhum itu. “ Gue sih enggak butuh pemimpin pinter, yang penting jujur.” kata Bang Ocid.” “ Sekarang, cari pemimpin yang pinter banyak, tapi yang jujur langka.” Bang Ocid menambahkan. “ Di samping jujur ditambah tahu agamalah sedikit.” “ Ya, rajin sholat lima waktu, gitu !” Bang Udi menimpali. “ Calon Kades kita perlu yang udah ke Mekah, enggak ?” “ Maksud gua dia udah Haji, gitu ?“ tanya Bang Ocid. ”Kalau haji yang mabrur, mungkin desa kita jadi berkah, nah kalau yang mardud, bagaimana ?” “ Bisa kiamat desa kita!” Bang Udi coba berpendapat.
Di tengah keseriusan mereka berdua sedang berbicara, datanglah Samsul, pemuda belasan tahun yang baru saja lulus SMA, coba nimbrung dan ikut dalam obrolan tersebut. “ Luh kan anak yang makan sekolaan, enggak kaya gua ?” “ Gua mau tanya sama eluh, kira-kira pemimpin yang baik, kaya apa ? “ tanya Bang Udi. “ Kalau menurut saya, yang lulus fit and proper test.” jawab Samsul. “ Gua enggak nyambung, kalau ngomong ama anak sekolaan.” celetuk Bang Ocid. “ Eluh pake bahasa yang gua ngerti, dah !” Bang Udi protes. “ Maksudnya, pemimpin itu harus memiliki kelayakan dan kepatutat,” Samsul coba menjelaskan. “ Layak itu apa dan patut itu apa ? “ tanya Bang Udi kesal. “Intinya, dia itu cocok dan memiliki kemampuan.” “ Oh ya, gua baru inget gua pernah nonton TV, yang ada di Bank Indonesia , itu kan ?” sergah Bang Ocid. “ Yah, pada saat pemilihan gubernur Bank Indonesia itu, di sana dilakukan uji fit and proper test.” Samsul coba menambahkan. “ Kalau pake gitu-gituan sih, kayanya susah dilaksanain, tuh .” “ Nanti yang nguji siapa dan ujung-ujungnya duit lagi ! “ Bang Udi coba beralasan. “ Ngomong yang pasti-pasti ajah dah, Sul !” Bang Udi menggerutu. “ Maaf Bang, saya udah ditunggu Babe di rumah, Assalamu’alaikum.” Samsul mengakhiri. “ Baru tamat SMA ajah, kita udah enggak ngerti apa yang dia omongin, bagaimana kalau dia jadi sarjana, bisa kita yang tua-tua di boongin.” keluh Bang Udi. “ Gua juga jadi bingung, sebenarnya yang pinter itu siapa, dia apa kita ?” tanya Bang Ocid sambil mengerutkan dahi.
Di warung Nce Kokom belum usai, ada lagi ribut-ribut datang dari rumah Nce Ita. Masalahnya sama, yaitu tentang siapa yang layak untuk menggantikan H. Udin, Kades yang sudah almarhum itu. Adalah sepasang suami-istri ... ( bersambung )




Salah Satu Cara

CARA EFEKTIF MENGAJARKAN STRUKTUR KALIMAT BAHASA INGGRIS
Oleh : M. Yasin Marjaya, Guru SMP Islam Al Azhar 1
Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Berbicara tentang struktur kalimat, apalagi struktur kalimat bahasa Inggris terbayang oleh kita dengan rumus-rumus yang di dalamnya mengharuskan kita untuk menghafalnya. Metode pengajaran yang sedemikian itu masih berlangsung sampai di era sembilanpuluhan. Hampir semua guru ( red. kecuali native speakers) yang mengajarkan bahasa Inggris yang terkait dengan materi struktur kalimat, mesti diawali dengan menulis rumus-rumus, kemudian dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh kalimat. Contoh-contoh kalimat yang dibuat nyaris tidak beragam, yaitu ; sekitar kalimat positif, negatif dan kalimat tanya. Pada saat itu kita tidak tahu, apakah muatan kurikulumnya yang menuntut demikian atau memang gurunya yang kurang kreatif.
Sudah beberapa kali kurikulum mengalami perbaikan dan perubahan, termasuk kurikulum pengajaran bahasa Inggris, yang terakhir dari apa yang disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ), yaitu ; guru diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjabarkan dari apa yang terdapat dalam kurikulum tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi di mana guru tersebut mengajar.
Bagi sekolah-sekolah yang memiliki sarana-prasarana yang terbilang lengkap, pemberlakuan KTSP kemungkinan tidak bermasalah, tinggal seberapa besar kemauan dari para gurunya untuk senantiasa berkreasi dan berinovasi, agar tujuan yang ingin dicapai pada setiap bahan ajar bisa ditransfer dengan mudah dan tepat sasaran. Sebaliknya, bagi sekolah yang kurang lengkap fasilitasnya bahkan nyaris tidak ada, tentunya akan menuntut peran serta dan daya kreatifitas yang sangat besar dari guru-gurunya.
Dalam pembelajaran bahasa Inggris ada 4 kemampuan yang harus dikembangkan, yaitu; mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dari keempat kemampuan yang harus dikembangkan tersebut, tentunya harus didukung pula dengan kemampuan dalam memahami struktur kalimat dan penguasaan kosa kata. Kemampuan membaca dan mendengarkan termasuk dalam katagori kemampuan pasif, sementara kemampuan berbicara dan menulis termasuk dalam katagori kemampuan aktif.
Lebih sepuluh tahun sudah, pengajaran bahasa Inggris khususnya yang berkaitan dengan materi struktur kalimat jarang diajarkan secara tersurat ( red. dengan rumus-rumus ), namun dikenalkannya dengan cara-cara tersirat, sehingga terkesan tidak menggurui, bahkan bagi guru-guru yang kreatif hal itu bisa diperkenalkan dengan cara santai atau dikemas dalam bentuk permainan. Pada saat itu, murid-murid tidak terasa kalau mereka sedang mempelajari struktur kalimat, karena memang tidak sama sekali menampilkan rumus-rumus yang selama ini kita tahu telah menjadi masalah bagi sebagian besar murid-murid di sini.
Orang yang mampu berbahasa Inggris aktif, tidak menjamin pula kemampuan struktur kalimatnya bagus, karena tidak jarang ditemukan mereka yang mampu berbicara bahasa Inggris, pada saat membuat tulisan didapatkan banyak melakukan kesalahan. Kemampuan berbicara lebih bersifat non-formal, sementara kemampuan menulis bersifat formal. Kemampuan berbicara dan menulis keduanya membutuhkan kemampuan dalam penguasaan kosa kata dan penguasaan struktur kalimat, sehingga apa yang disampaikan harus benar-benar dipahami oleh pendengar atau pembaca. Bagaimanapun, tujuan pengajaran khususnya pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, masih pada pengembangan kemampuan berbahasa pasif, yaitu ; menuntut kemampuan murid dalam memahami bahan-bahan bacaan, sebagaimana soal-soal ujian yang masih berlaku sampai saat ini, termasuk soal-soal ujian negara.
Untuk menyikapi itu semua, setiap guru bahasa Inggris secara tidak langsung masih sangat dibutuhkan untuk menyampaikan atau mengajarkan struktur kalimat kepada murid-muridnya. Untuk itu, guru bahasa Inggris dituntut agar selalu kreatif dan inovatif dalam setiap penyampaian materi pelajaran, apalagi materi yang terkait dengan struktur kalimat. Mengacu pada kurikulum yang berlaku saat ini, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada guru untuk menyampaikan bahan ajar, karena pada kurikulum itu hanya mencantumkan tema saja. Kurikulum itu juga dimaksudkan untuk merangsang atau memotivasi guru agar senantiasa menemukan hal-hal baru yang tentunya disesuaikan dengan sarana-prasarana di mana guru itu mengajar.
Bagi guru-guru yang tempat mengajarnya di kota-kota besar, sarana-prasarana pembelajaran lebih mudah didapatkan, bahkan lebih mudah untuk membuat atau menemukan media pembelajaran. Khususnya guru bahasa Inggris, banyak sekali bahan bacaan berbahasa Inggris yang bisa ditemukan, semisal ; koran, majalah, buku-buku teks, komik, buku-buku cerita, buletin, tabloid, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu bisa dijadikan media pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Inggris yang terkait dengan pengajaran struktur kalimat.
Koran atau majalah berbahasa Inggris dan sejenisnya dapat dijadikan salah satu media pembelajaran yang cukup afektif, karena koran atau majalah biasanya memuat berbagai macam artikel yang memungkinkan para murid lebih tertarik untuk membacanya. Mereka bisa dengan bebas memilih bahan bacaan mana yang mereka gemari. Koran atau majalah menawarkan berbagai artikel, semisal; berita-berita tentang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, hiburan, olah raga, games, cerita-cerita pendek, dan lain sebagainya.
Dengan keanekaragaman berita atau artikel yang ditampilkan dalam koran atau majalah sedemikian banyaknya, sangat dimungkinkan pola-pola kalimat yang ditampilkanpun beragam pula. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Inggris dikenal dengan sekian jenis pola kalimat, yaitu ; sekitar 16 pola kalimat. Intinya pola-pola kalimat tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Pola kalimat dalam bentuk lampau, kekinian dan akan datang.
Koran atau majalah biasanya juga menampilkan halaman-halaman berwarna, yang mungkin menambah minat atau daya tarik para murid untuk melihatnya. Gambar-gambar menarik dengan perpaduan warna yang serasi dimungkinkan pula menggugah rasa keingintahuan murid, sehingga secara tidak langsung menumbuhkan minat atau kegemaran membaca mereka. Bahan bacaan yang bergambar atau berwarna, setidaknya mengurangi rasa jenuh atau bosan murid, karena pandangan murid tidak monoton ( red. hitam putih) sebagaimana tulisan bahan bacaan yang banyak beredar selama ini.
Artikel koran atau majalah berbahasa Inggris bisa dijadikan media pembelajaran untuk murid tingkat SD, SMP atau mungkin juga SMU. Guru meminta kepada masing-masing muridnya untuk membawa koran atau majalah berbahasa Inggris dengan tidak menentukan atau membatasi jenis koran atau majalah yang mereka akan bawa. Masing-masing murid di dalam kelas tersebut, harus membawa alat-alat belajarnya sendiri. Di samping koran atau majalah yang mereka harus bawa, mereka juga harus mempersiapkan lem, gunting, stabilo ( spidol warna ), kamus (Alfa-link) dan beberapa lembar kertas HVS.
Sebagai contoh, guru ingin memperkenalkan tentang pola kalimat, “ simple present perfect tense”, guru hanya meminta kepada muridnya untuk menemukan kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kata have atau has kemudian diikuti oleh kata kerja. Pada saat mereka menemukan pola kalimat tersebut, mereka beri tanda dengan menggunakan stabilo /spidol warna. Kamus atau Alfa-link berfungsi untuk mengecek kata apakah kata yang mengikuti kata have/has adalah kata kerja atau bukan. Kalimat-kalimat tersebut mereka gunting, kemudian mereka tempel pada sehelai kertas HVS. Pada tahap pertama, minta pada masing-masing murid untuk menempel kalimat-kalimat tersebut sebanyak 10 kalimat. Waktu mengerjakan dibatasi.
Semua pekerjaan murid dikumpulkan, kemudian diperiksa satu persatu sambil melihat kesalahan-kesalahan yang dibuat murid. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan murid pada pola kalimat tersebut, diantaranya; belum bisa membedakan antara kata have/has sebagai kata kerja atau kata kerja bantu, setelah kata have/has tidak diikuti kata kerja, didapatkan pola kalimat-kalimat pasif bukan aktif, jarang ditemukan pola kalimat-kalimat negatif atau kalimat-kalimat tanya, salah dalam pengguntingan, tidak ada subjek kalimat, objek kalimat dan kelengkapan kalimat-kalimat lainnya.
Setelah diperiksa dan ditemukan beberapa kesalahan, barulah guru menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan yang dibuat murid, agar tidak dilakukan lagi pada penugasan berikutnya. Pada penugasan pertama, guru sudah bisa menyimpulkan seberapa banyak murid yang sudah mengerti, yang setengah mengerti, atau yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran tersebut belum diajarkan. Pada saat guru menjelaskan, dimungkinkan terjadi tanya jawab yang berkenaan dengan materi tersebut, dan guru harus bisa memancing keingintahuan murid. Setelah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan dari murid, berilah penugasan kedua kepada murid dengan cara dan langkah yang sama seperti pada penugasan pertama. Jumlah kalimat-kalimat yang mereka tempel diusahakan lebih banyak dari pada penugasan pertama.
Untuk mengajarkan materi pelajaran tersebut, setidaknya dibutuhkan 2 kali pertemuan atau 2 kali tatap muka. Jika mereka belum selesai bisa dilanjutkan di rumah sebagai pekerjaan rumah. Mereka bisa lebih santai karena tidak diburu dengan waktu, sehingga hasilnya pun diharapkan lebih baik dan sesuai dengan target sebagaimana yang terdapat dalam tujuan pembelajaran. Pada pertemuan kedua itu, seluruh tugas murid dikumpulkan dan diperiksa satu persatu, untuk melihat seberapa banyak murid yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran sudah diajarkan.
Idealnya setiap bahan ajar harus diterima oleh 100 % murid di kelas, namun kenyataanya cukup sulit, mesti ada satu atau dua murid yang tidak mencapai seperti apa yang diharapkan. Melihat kenyataan demikian, guru harus memberikan pelayanan lebih kepada murid-murid tersebut, paling tidak mereka sampai pada nilai ketuntasan. Bagi murid-murid yang mayoritas sudah mengerti, bisa dilanjutkan dengan penjelasan kapan pola-pola kalimat tersebut digunakan, karena ini sangat penting. Pola-pola kalimat dalam bahasa Inggris cukup banyak, dan yang menjadi bahan ajar pada contoh ini, adalah salah satunya. Pada bagian ini, guru juga bisa menjelaskan ciri-ciri pola kalimat “ simple present perfect tense,” yaitu, biasanya kalimat-kalimat tersebut disisipkan kata-kata seperti ; since, for, already, just, yet, dan sebagainya. Guru harus menjelaskan kapan itu digunakan dan pada bagian mana dalam kalimat, kata-kata itu ditempatkan.
Dengan menggunakan media pembelajaran seperti ini, guru akan terhindar menuliskan rumus-rumus yang sudah sangat jelas bertentangan dengan metode pembelajaran saat ini. Di samping itu, belajar mandiri murid dengan sendirinya akan terbentuk, keaktifan murid akan tampak, mereka saling bekerja sama, guru berperan sebagai fasilitator, metode belajar deduktif bisa dilakukan, bisa dengan cepat mendeteksi kemampuan masing-masing murid, murid tidak terkesan digurui, terhindar dari kebosanan atau perasaan jenuh.
Untuk melihat tingkat ketuntasan belajar murid, guru harus menyiapkan alat tes, berupa soal-soal dalam bentuk hand out, yang dikerjakan murid dengan waktu yang dibatasi dengan pengawasan yang cukup ketat, agar murid tidak mencontek atau melihat pekerjaan temannya. Murid dinyatakan tuntas, bila skor yang diperoleh murid sama atau lebih besar dari nilai ketuntasan yang ditentukan oleh guru pada mata pelajaran tersebut.



















Republik Mimpi

REPUBLIK MIMPI ?
Oleh ; M Yasin Marjaya, M.Pd.
Guru SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran

Pernahkan Anda menyaksikan, tayangan acara “ Republik Mimpi “ yang disiarkan oleh salah satu stasiun TV swasta, yang dimotori oleh seorang pakar komunikasi, Effendi Gazali, yang memiliki sederet gelar akademik melengkapi kematangan intelektualnya. Dia mampu merancang acara yang terbilang menarik untuk ditonton, menampilkan kritik-kritik sosial yang dikemas dalam bentuk dagelan atau humor, persoalan yang serius diubah menjadi suatu yang sederhana, dan kadang diselingi dengan joke-joke yang sedang in.
Belakangan ini, Republik Mimpi juga mampu menampilkan tokoh-tokoh yang memiliki kemiripan wajah, suara, dan gaya bicaranya seperti para tokoh politik ternama negeri ini. Mereka diundang, bak seorang pejabat, mereka berpakaian dan berpenampilan seperti tokoh yang sedang mereka perankan. Para tokoh tiruan tersebut mampu mengocok perut pemirsa, sampai-sampai lupa dengan apa yang mereka rasakan, himpitan ekonomi, dan rentetan penderitaan yang mereka alami hilang saat itu, karena pemirsa terbius sejenak oleh ocehan para nara sumber bohongan tersebut.
Orang bilang mimpi itu bunganya tidur. Jadi kalau ingin banyak mimpi yang, banyak-banyaklah tidur. Sejarah mencatat, Nabi Yusuf mendapat anugerah istimewa, gara-gara dia mampu menafsirkan mimpi, dia dibebaskan dari penjara dan kemudian mendapat tempat terhormat yang mengantarkannya menjadi seorang raja pada masa itu. Itulah sebuah mu’jizat yang diberikan Allah kepada mahluk-Nya yang benar-benar soleh. Jika Allah menghendaki, maka terjadilah dengan seketika. Tidak ada sedikit pun di jagad alam ini yang terbebas dari campur tangan Allah.
Ide-ide cemerlang muncul bisa diawali dengan mimpi, namun sebaliknya mimpi juga membuat pesimis dan kecemasan yang sangat manakala mimpi itu ditafsirkan buruk, dan diyakini akan menimpa si pemimpi. Sehingga keluar rumah pun, dia takut kalau-kalau mimpinya menjadi kenyataan. Kalaupun hal yang dikhawatikan itu terjadi, mungkin suatu kebetulan saja, atau Allah sedang menurunkan ujian bedasarkan pada keyakinan.umat-Nya.
Mimpi dapat juga diartikan sebagai cita-cita. What is your dream ? Apa cita-cita mu ? Pertanyaan demikian sering muncul dari guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, kakek-nenek kepada cucunya, atau paman-bibi kepada keponakannya. Gantungkanlah cita-cita mu setinggi langit. Orang bijak berkata, cita-cita bagaikan api, apapun yang menghalanginya akan hangus terbakar olehnya. Cita-cita akan membangkitkan enerji seseorang untuk menggapainya, kerja keras, bermandi keringat, pantang menyerah, terus mencoba tiada henti, yang didasari oleh keyakinan bahwa setelah kesukaran akan datang kemudahan sebagaimana janji Allah dalam firman-Nya.
Dewasa ini, mimpi dapat juga diartikan dalam skala yang lebih luas yaitu berupa visi dan misi. Visi adalah tujuan masa depan yang ingin dicapai, misal ; 5 tahunan, 10 tahunan, 15 tahunan, 20 tahunan dan seterusnya. Misi adalah langkah-langkah yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Visi dan misi merupakan gagasan atau cita-cita yang dibuat sebagai tujuan yang harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu lembaga. Kemauan keras dan tindakan nyata merupakan prasyarat mutlak yang harus ada dalam mewujudkan gagasan dan meraih cita-cita. Sehebat apapun gagasan itu, jika tidak dibarengi dengan karya nyata, dapat diistilahkan NATO ( No Action Talk Only). Mengharap hujan dari langit, menunggu keajaiban, tergantung nasib, bagaimana nanti saja, kalau rizki enggak kemana, bim salabim, aba kedabra, dan sederet istilah sejenis lainnya, yang sangat bertentangan dengan firman-Nya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika dia tidak mau mengubahnya.
Lalu, bagaimanakah kita yang sudah ditakdirkan menjadi seorang guru? Bolehkah kita berangan-angan atau bermimpi menjadi orang kaya, orang sukses, orang terhormat, orang berpangkat, orang pintar yang memiliki segudang ketrampilan, seperti profesi-profesi lain yang ada di sekeliling kita. Jawabannya sangat boleh dan sangat mungkin. Namun ada sebuah ungkapan menarik, seenak-enaknya mimpi makan roti, lebih enak makan singkong beneran. Lakukan sesuatu dengan wajar dan sesuai kemampuan, Insya Allah kita tidak termasuk orang yang panjang angan-angan belaka atau penghayal kelas satu.
Singkatnya, melalui mimpi-mimpi ( bukan bermimpi pada saat tidur akan tetapi lewat perenungan alam sadar ) akan melahirkan gagasan spektakuler, ide-ide cemerlang, keinginan luar biasa, bahkan visi, dan misi suatu lembaga, yang menurut pemikiran kebanyakan sulit untuk direalisasikan. Ya namanya juga Republik Mimpi, siapa saja boleh bermimpi, mau berhasil mau enggak bagaimana nanti, lagi mimpi enggak pake ongkos, gitu aja ko repot !
Namun demikian, YPI Al Azhar yang berlokasi di Jakarta, yang membawahi hampir ratusan sekolah dari TK sampai perguruan tinggi, tersebar di seluruh Indonesia, memiliki impian yang tertuang dalam visi dan misi lembaga, yang teknis operasionalnya diserahkan kepada unit masing-masing dengan catatan tetap berpegang pada visi yang ditetapkan oleh YPI Al Azhar sebagai acuan bakunya. Visi yang dibuat adalah merupakan proses pemikiran panjang yang didasari pada kebutuhan jangka panjang, bukan keputusan yang dibuat layaknya orang bangun tidur.
Sebagai buktinya, banyak sekolah-sekolah luar Al Azhar mengadakan kunjungan ke YPI Al Azhar untuk melihat dari dekat dengan maksud mencari informasi tentang sistem pendidikan, mengintip kurikulum yang diterapkan, proses KBM, melihat sarana-prasarana yang digunakan, sistem pembinaan murid, pembinaan guru, perekrutan murid dan guru, sistem penggajian dan tunjangan kesejahteraan, dan seabrek informasi yang ada di lembaga pendidikan Al Azhar.
Open management yang diterapkan oleh YPI Al Azhar, menurut pengamatan penulis sudah berimbas kebanyak sekolah terlihat banyaknya murid-murid dan sekolah yang menerapkan apa yang menjadi ciri khas sekolah Al Azhar, semisal ; menyeimbangkan antara iptek dan imtak dalam menyusun materi pembelajaran, budaya salam, seragam muslim-muslimah, tadarus, shalat dhuha, dzikir dan tahajud bersama, lomba-lomba keagamaan, ceramah keagamaan, pendeknya semua nyaris dicontek habis. Al Azhar sukses mengibarkan bendera perubahan khususnya dalam mewarnai kebijakan pendidikan yang memasukan nilai-nilai islami dalam setiap satuan program pendidikan.
Untuk itu, sumbang saran, inovasi, ide, gagasan atau mimpi-mimpi yang membawa kepada perubahan untuk kemajuan lembaga menjadi suatu keharusan dan sesuatu yang tidak bisa ditunda-tunda yang pada akhirnya Al Azhar yang kita banggakan ini akan memiliki kekhasan seperti dulu, sehingga minat orang tua untuk menitipkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan Al Azhar berlimpah ruah tidak saja di pusat tetapi juga di cabang-cabang atau di bawah bimbingan.

Karena mimpi boleh dilakukan oleh siapa saja, di mana saja, kapan saja, dan tidak membutuhkan biaya; Pertama, bagaimana kalau YPI Al Azhar ke depan kita impikan akan menjadi suatu lembaga yang menjadi pusat dari segala pusat, yaitu ; sebagai pusat bahasa ( Language Centre ), pusat seni ( Art Centre ), pusat ilmu pengetahuan ( Science Centre ), pusat penelitian ( Research Centre ), dan pusat olah raga (Sport Centre), dan sudah barang tentu sebagai pusat pengakajian Islam ( Islamic Centre). Angan-angan ini tampaknya sangat berlebihan, namun jika sebagian dari yang diimpikan itu benar-benar terwujud, akan menjadi daya dorong yang dahsyat dan menjadi identitas atau kekhasan baru yang selama ini nyaris habis diadaptasi oleh lembaga-lembaga lain.
Kedua, YPI Al Azhar mungkin enggak melaksanakan Boarding School sebagaimana namanya Yayasan Pesantren Islam, para murid tinggal di asrama. Setiap saat mereka dibimbing oleh para pendamping yang ditugaskan untuk membahas materi-meteri pelajaran yang belum tuntas di kelas, memperdalam akidah keislaman mereka, belajar dan berdiskusi tentang islam masa depan, mengkaji teori-teori keislaman untuk bahan pidato, diskusi, seminar dan lainnya. Di samping itu juga, para murid diharuskan menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Arab dalam pergaulan, jika tidak mereka terkena hukuman. Untuk menghindari kejenuhan, mereka juga diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan sesuai kegemaran mereka, misalnya ; musik, olah raga, ketrampilan komputer, melukis, seni drama, tari, designer, dan lain-lain.
Ketiga, YPI Al Azhar membentuk suatu departemen baru di bawah Kabid untuk mengurusi atau menangani murid-murid berprestasi/ berbakat yang direkrut dari seluruh Al Azhar dari tingkat TK sampai SMA. Murid-murid yang direkrut tidak hanya yang berprestasi dalam akademik tetapi juga yang berprestasi dalam non-akademik, misalnya ; olah raga, seni, bahasa, ketrampilan, dan lainnya. Murid-murid berprestasi dikumpulkan dalam satu kampus, mereka diberikan pembinaan secara kontinyu berdasarkan bakat dan prestasi yang mereka miliki selama ini. Cara ini merupakan investasi yang sangat berharga, sehingga bilamana ada penyelenggaraan lomba baik yang bersifat nasional ataupun internasional, kita sudah memiliki stok atau persediaan peserta yang akan kita kirim. Mungkin enggak yah ?
Keempat, membentuk Paguyuban Alumni Al Azhar yang anggotanya berasal dari seluruh Al Azhar. Sebagaimana kita ketahui, banyak para alumni Al Azhar yang sudah berhasil dalam karir / menjadi pejabat, sukses dalam bisnis / ekonomi, menjadi pegawai pemerintah / swasta yang tersebar di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan, menjadi pengusaha, dokter, insinyur, pengacara, dosen, dan profesi-profesi lainnya karena Al Azhar sampai saat ini sudah mencetak atau menghasilkan puluhan ribu alumni. Mereka diundang dan dipertemukan untuk duduk bersama, diajak untuk memikirkan bagaimana Al Azhar ke depan. Penulis yakin para alumni akan berfalsafah, “ Apa yang dapat saya berikan untuk Al Azhar tetapi bukan apa yang saya dapatkan dari Al Azhar. “ Mereka akan membentuk sebuah organisasi alumni yang di dalam kegiatannya akan merencanakan beberapa program, misalnya ; mendirikan stasiun TV atau radio sebagai media dakwah dan media promosi yang paling ampuh, mencetak buku yang berisi tentang kesuksesan para alumni, Balitbang Alumni, SDM Alumni, Public Relation and Advertising, dan lain sebagainya atau disesuaikan dengan kebutuhan saat ini dan akan datang. Kayanya keren banget.

Rabu, 17 Maret 2010

Pembinaan Keilmiahan dan Ketakwaan

“ Pembinaan Keilmiahan dan Ketakwaan “
Oleh : M. Yasin Marjaya

Dewasa ini banyak bermunculan sekolah non-pemerintah di kota-kota besar yang menyediakan berbagai fasilitas belajar super lengkap dan super moderen menawarkan sederet keunggulan dan keistimewaannya serta menyuguhkan program pengajaran yang tersusun rapih dan profesional.
Di samping itu, pemerintah juga telah menggelontorkan program sekolah gratis pada pendidikan tingkat dasar atau wajib belajar 9 tahun, dengan kata lain wajib tamat pada tingkatan SMP, yang pembiayaannnya dialokasikan dari dana 20 % anggaran pendidikan pada APBN tahun ini.
Untuk mencerdaskan bangsa bukanlah tugas pemerintah semata, namun merupakan tugas semua pihak yang peduli akan kemajuan dan pembangunan umat, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan pendidikan akan mengangkat strata masyarakat dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan keterpurukan lainnya, yang sampai saat ini merupkan salah satu ciri khas negara berkembang.
Mengutip tujuan pendidikan yang terdapat pada Tujuan Pendidikan Nasional adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan di atas dapatlah ditarik benang merah bahwa makna yang tekandung pada tujuan tersebut, bermuara pada pembentukan keimanan, ketauhidan dan ketakwaan seseorang pada Sang Pencipta, Allah SWT, yang akan terealisasi melalui pembentukan akhlak, kesehatan yang prima, berwawasan luas, memiliki kemampuan, kaya gagasan, mampu berdiri sendiri tidak tergantung dengan siapapun bahkan diharapkan menjadi tempat pemberi solusi, santun menerima kritik atau saran, rela menerima pendapat orang lain demi kemaslahatan umat, tidak kaku, atau terlalu idealis, dan pada akhirnya memiliki keyakinan bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan khalayak terlebih tanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Untuk itu sekolah-sekolah ( Red. sekolah-sekolah swasta ) berusaha menselaraskan antara Tujuan Pendidikan Nasional dengan tujuan pendidikan yang dibuat oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang mengelola bidang pendidikan yang tertuang pada visi dan misi yang tentunya memiliki ciri atau kekhasan tersendiri atau bisa dibilang merupakan identitas mereka. Mereka akan memadukan visi dan misi mereka dengan apa yang diharapkan negara dalam hal ini, yaitu ikut berperan aktif dalam usaha mencerdaskan umat dan bangsa yang sudah sangat lama diharapkan hasilnya.
Tujuan pengajaran di banyak sekolah sekarang ini, tidak terfokus pada pengembangan intelektual semata, karena menurut teori hanya sekian persen saja sumbangsih kecedasan intelektual terhadap keberhasilan seseorang. Selanjutnya, ditemukanlah suatu teori bahwa ternyata keberhasilan seseorang lebih ditentukan pada kepiawian seseorang mengelola emosinya, atau dengan kata lain orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tidak menjamin seseorang itu akan berhasil manakala dia kurang mampu mengelola emosinya. Ilmu pengetahuan semakin berkembang, terciptalah suatu pendapat bahwa di samping seseorang memiliki kecerdasan intelektual, kelihaian dalam mengelola emosinya, ternyata keberhasilan seseorang ditentukan pula atas kecerdasan mereka dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, Allah SWT, atau yang sering disebut kecerdasan spiritual.
Munculah lembaga-lembaga pelatihan yang memfokuskan pada pengemblengan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Peserta disadarkan atau digiring oleh para trainer atau nara sumber untuk mengubah kebiasaan, pendapat atau wawasan yang sudah terpatri lama bahwa dengan hanya memiliki kecerdasan intelektualah seseorang itu bisa sukses. Para trainer menyajikan puluhan teori yang meluruskan akan hal itu, bahkan dengan bantuan media presentasi super canggih digunakan, yang tentunya membutuhkan dana yang cukup banyak, konon satu perserta harus merogoh kocek sampai jutaan rupiah untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, sekolah-sekolah yang dikelola oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang bercirikan keagamaan ( red. Islam ) memadukan setiap bahan ajar dengan muatan Iptek dan Imtak. Siswa dibekali Iptek untuk meraih kebahagian dunia, sementara siswa dibekali Imtak, insya Allah meraih kebahagian akhirat. Kebahagiaan dunia bisa diperoleh dengan ilmu, kebahagiaan akhirat bisa diperoleh dengan ilmu, sedangkan untuk memperoleh keduanya tentunya juga dengan ilmu. Sedini mungkin, siswa diberikan tentang hakekat hidup, hidup di dunia hanyalah sementara, semua akan menuju kepada kematian. Untuk itu pola hidup yang berkeseimbangan menjadi landasan berfikir siswa yang senantiasa ditanamkan ke dalam lubuk hati mereka.
Sekolah senantiasa meningkatkan dan memupuk kesadaran para siswa, serta mengembangkan wawasan berfikir mereka agar dapat memahami kenapa mereka harus berangkat ke sekolah setiap hari, harus tinggal di sana sekian jam, harus berintraksi atau bergaul dengan teman sekolahnya, mengikuti pelajaran yang diberikan oleh gurunya, mengerjakan PR, mematuhi peraturan sekolah, siap menerima dan menjalankan sangsi dari sekolah, dan yang tak kalah pentingnya harus menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah hingga mereka tamat di sekolah tersebut. Mereka sadar dengan sekolah mereka akan menjadi orang yang bermanfaat di kemudian hari, minimal bagi dirinya.
Sekolah memperlakukan siswa sebagai subyek pendidikan, bukanlah obyek dari pendidikan, sehingga siswa memiliki otoritas penuh untuk memberdayakan kemampuan dan bakat yang ada pada dirinya. Mereka bebas berekspresi, berkreasi, berinovasi, berfantasi dan sederetan potensi mereka yang bisa dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah. Sekolah juga harus menghantarkan siswanya untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis yang pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan karya cipta yang membawa manfaat untuk orang banyak.
Kemampuan berfikir kritis siswa senantiasa dikembangkan melalui program yang terencana secara profesional dan terpadu yang tertuang pada program sekolah sebagai acuan dalam kegiatan-kegiatan yang mampu mengembangkan ketiga kecerdasan ; kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kesemua kecerdasan itu, bisa dipupuk dan dikembangkan melalui banyaknya pembinaan dan pelatihan.
Kecerdasan intelektual siswa diperoleh melalui tranfer ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru mereka di kelas atau di luar kelas yang tertata rapih dalam program satuan pelajaran berdasarkan kurikulum berstandar nasional yang harus tuntas dalam setiap tingkatan. Pada akhirnya, siswa diharapkan akan menjadi pemikir yang handal atau kaum intelektual yang bertanggung jawab di masa depan. Sedini mungkin, bahan ajar diarahkan untuk mengembangkan olah fikir kritis siswa, salah satunya melalui latihan penelitian-penelitian sederhana.
Penanaman berfikir kritis dan ilmiah melalui penelitan-penelitian sederhana pada tingkatan siswa SMP apalagi SMU, sangat dibutuhkan sebagai bekal mereka pada tingkatan pedidikan yang lebih tinggi. Siswa yang dibiasakan sejak dini untuk berfikir runtun atau ilmiah akan membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai masalah yang sudah pasti akan mereka hadapi. Mempersiapkan generasi untuk 10 atau 20 tahun ke depan merupakan suatu keharusan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang dikatakan moderen atau memiliki visi dan misi masa depan yang jelas dan terarah, mereka sangat yakin banyak tantangan, rintangan dan sudah pasti kompetisi di zaman itu demikian sulit dan beratnya.
Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki keinginan demikian sangat tampak dalam meletakan visi dan misinya. Mereka mampu memprediksi dan mengantisipasi peluang dan tantangan secara cermat dan komprehensif. Mereka mampu memilah-milah mana yang menjadi peluang, dan mana yang menjadi tantangan. Mereka juga mampu menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang cepat dan tepat bila peluang dan tantangan itu datang.
Pada tingkatan SMP atau SMU, aspek pengembangan diri siswa harus diberdayakan dan dimaksimalkan. Sekolah yang berkualitas, bisa dilihat dari seberapa besar tingkat keaktifan siswa-siswanya. Kegiatan ekstra-kurikuler yang diprogramkan oleh sekolah, merupakan wadah pelayanan yang harus dipersiapkan, sehingga segala kemampuan dan potensi yang dimiliki para siswa bisa tergali dan termotivasi untuk berkembang.
Di sekolah dimana saya pernah mengajar, pembinaan keilmiahan dan ketakwaan sudah diberikan sejak siswa masuk hari pertama. Siswa kelas VII, diharuskan mengikuti pembinaan tersebut, untuk beberapa kali pertemuan. Sebelum mengikuti pembinaan, siswa diberikan tes IQ, tes motivasi dan tes sikap. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan atau potensi awal yang dimiliki siswa, sehingga hal ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini juga menjadi catatan atau data pribadi siswa untuk para wali kelas, guru BK, Staf Keagamaan, Staf Tanse, dan sudah barang tentu seluruh dewan guru.