Rabu, 17 Maret 2010

Wisata Spiritual Sarat Makna 2

WISATA SPIRITUAL SARAT MAKNA
Masjid Nabawi dan Masjid Haram ( tulisan ke dua )
Oleh : M. Yasin Marjaya
Guru SMP Islam Al Azhar 4 Kemandoran

Uniknya Beribadah di Masjid Nabawi dan Masjid Haram
Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW, shalat di masjid beliau ( Masjid Nabawi ) pahalanya 1.000 kali shalat di masjid lain, sementara 100.000 kali bilamana shalat di Masjid Haram (Mekah). Tidak saja pahala yang berlipat yang akan kita peroleh sebagaimana janji-Nya, namun bagi para jamaah yang sudah secara langsung menginjakan kakinya di kedua masjid itu, akan melihat atau merasakan keunikan-keunikannya.. Kalau boleh penulis ilustrasikan Masjid Nabawi memiliki 100 % keunikan, sementara 1.000 % keunikan yang dimiliki oleh Masjid Haram. Pada tulisan kedua ini, penulis mencoba mengurai keunikan-keunikan tersebut lewat perjalanan spiritual langsung penulis, sebagai kelanjutan dari tulisan pertama, inilah uraiannya ;
Pemakaian masker atau penutup hidung sangatlah diperlukan. Alat itu tidak saja dipergunakan untuk memfilter udara yang masuk ke rongga pernapasan kita, karena udara di sana berdebu, namun dapat pula dipergunakan untuk membebaskan kita dari bau yang tak sedap, maaf jamaah yang berada di sekitar kita datang dari berbagai penjuru dunia, yang membawa berbagai macam adat atau kebiasan negaranya. Ada jamaah yang pakaiannya sangat dekil atau kotor, dan sudah barang tentu akan mengeluarkan aroma yang kurang sedap. Mereka tidak tidur di penginapan, sebagaimana jamaah lainnya, akan tetapi mereka tidur di pelataran masjid. Kemungkinan mandi pun mereka tidak sempat. Bahkan menurut cerita, entah benar atau tidak, ada satu kebiasaan atau keyakinan sekelompok jamaah, yaitu ; pakaian yang dikenakan sejak berangkat sampai dengan pulang dalam pelaksanaan haji tidak boleh diganti. Subhannallah, kalau sudah melihat faktanya, wajar saja kalau ada yang mempercayai demikian. Kejadian ini, beberapa kali penulis temukan bilamana penulis melakukan sholat di halaman masjid karena satu dan lain hal penulis kadang datang terlambat. Untuk itu datanglah ke masjid lebih awal, agar kita mendapatkan tempat di dalam masjid, dan ini tentunya akan menambah kekhusyu’an kita dalam beribadah.
Shalat di dalam masjid pun, tidak serta merta akan lebih khusyu. Karena ada penyakit jamaah haji yang sangat populer yaitu batuk berjamaah. Sepertinya ada konser batuk, Peristiwa ini sangat menarik, karena tidak pernah sepi dari suara batuk. Suara batuk hampir tidak terdengar hanya pada saat imam membacakan aya-ayat melalui pengeras suara, selebihnya saling bersautan bak paduan suara. Bahkan di sana ada sebuah anekdot, hanya onta dan tiang listrik aja yang enggak batuk. Obat batuk yang dibawa dari tanah air, rasanya tidak mempan, Sudah satu botol obat batuk diminum oleh penulis, ternyata benar-benar tidak tampak khasiatnya. Ya, sudah pasrah.Toh yang terserang batuk banyak, bukan saya aja. Anggaplah batuk itu sebuah rahmah dan akan membawa berkah bagi yang mengalaminya. Dan janganlah takut bersebelahan dengan orang yang terserang batuk, karena daya kekebalan setiap orang berbeda-beda. Kekhusyu’an dan kekhidmatan kita dalam beribadah bukan tergantung pada apa dan bagaimana yang ada di sekitar kita, namun lebih kepada hati kita masing-masing.
Masjid ini sangat menampakan kekuatan dan kemandiriannya. Tidak pernah sekalipun, penulis melihat atau menyaksikan kotak amal berseliwuran atau berada di pojok-pojok masjid sebagaimana masjid-masjid yang pernah kita kenal selama ini. Pemerintah Arab Saudi sepertinya ingin memberikan jawaban kepada dunia bahwa Islam yang selama ini diidentikan sebagai umat peminta-minta atau agama yang penganutnya sebagian besar berasal dari negara-negara miskin sedikit demi sedikit akan bergeser atau paling tidak harga diri umat Islam sedikit terangkat.. Tak terkecuali Indonesia, yang penduduknya sebagian besar beragama Islam dan menempati peringkat pertama dunia dengan jumlah pemeluk Islam terbanyak, sangat sering kita menyaksikan bagaimana sulitnya kita mencari dana yang berkaitan dengan pembangunan masjid, musholla, majelis taklim, pesantren, panti asuhan, dan kegiatan keagamaan lainnya. Untuk membuat rumah ibadah saja, harus mencari dana ke kampung- kampung, dengan berbekal sehelai map yang berisi selembar surat keterangan berstempel. Bahkan tak jarang pula, mereka berpenampilan sangat kumal yang tentunya ini akan merendahkan martabat umat Islam yang katanya mayoritas. Bahkan pencarian dana juga sudah sampai pada tahapan mengganggu ketertiban umum, mereka berdiri di pinggir jalan dilengkapi dengan pengeras suara, lalu mereka melambai-lambaikan tangan mengisyaratkan kepada pengendara untuk memperlambat kecepatan kendaraannya, kemudian mereka dengan senyum sekenanya berharap ada satu dua orang penumpang yang hatinya tergerak untuk berinfak. Tidakah mereka berpikir, apakah semua yang lewat di jalan itu orang Islam semua ? Tentu jawabannya “ TIDAK.” Yang satu ini, memang perlu pemikiran yang mendalam dari para tokoh Islam untuk mencari solusi yang tepat.
Kotak-kotak amal yang berseliweran di dalam masjid memang tidak ada. Namun jangan terkejut, kalau tiba-tiba ada jamaah duduk di sebelah kita, lalu dia mengajak berbicara dengan menggunakan bahasa dia yang sudah barang tentu kita tidak paham dengan apa yang dia bicarakan. Tampaknya, jamaah dari Indonesia menjadi incaran mereka tak terkecuali penulis, beberapa kali didatangi mereka dengan modus operandi yang berbeda-beda. Dia bercerita kalau dia adalah seorang mahasiswa, dia ingin memberli buku namun dia tidak punya cukup uang. Dia menggunakan bahasa Inggris terbata-bata, namun intinya penulis memahami apa yang dia maksud. Dilain waktu, penulis didatangi oleh seorang jamaah yang rawut wajahnya menampakan kesedihan. Dia bercerita kalau dia kehabisan ongkos dan mengaku dia belum makan hari itu. Atau pernah juga didatangi jamaah, kalau dia baru saja kehilangan uang, lalu dia memohon bantuan kepada penulis. Bahkan pernah ada seorang jamaah, tampaknya terencana, tiba-tiba duduk di sebelah penulis kemudian menaruh sehelai kertas sebesar KTP dan kertas itu dileminating bertuliskan bahasa Indonesia yang isinya memohon bantuan. Dan ada satu kejadian yang tidak akan terlupakan oleh penulis adalah ketika semua jamaah dalam keadaan khusyu menunggu datangnya waktu shalat fardhu, tiba-tiba terdengar teriakan dan di situ berdiri seorang jamaah sambil menangis dan berbicara dengan bahasa dia, kemudian dia menunjukan dompetnya yang kosong. Semua jamaah yang ada di sekitar dia tertegun mendengarkan pembicaraan dia. Namun akhirnya jamaah memahami maksud pembicaraan dia kalau dia baru saja kehilangan uangnya Kemudian beberapa orang jamaah meyisihkan beberapa real sebagai tanda simpati atas kejadian yang menimpa dia Berpikirlah positip atau berbaik sangka dengan apa yang dialami, bantulah mereka dengan ikhlas kalau kita memang memiliki kelebihan pada saat itu Kalau dia berbohong, itu urusan dia dengan Allah. Atau jangan-jangan itu memang ujian yang diperuntukkan untuk kita. Setiap jamaah memang mendapatkan pengalaman yang berbeda-beda karena setiap saat harus berinteraksi dengan jutaan jamaah yang berasal dari berbagai negara dengan adat istiadat yang beraneka ragam.
Setiap selesai shalat fardhu baik di Masjid Nabawi maupun di Masjid Haram , tampaknya imam memberikan kebebasan kepada jamaah, untuk melakukan apa yang menjadi kebutuhan masing-masing jamaah pada saat itu. Tidak ada kegiatan berdzikir bersama atau doa yang dipimpin oleh imam sebagaimana shalat berjamaah yang biasa dilakukan di tanah air.. Namun yang hampir sering dilakukan pada setiap selesai shalat fardhu adalah melakukan shalat jenazah. Ketika berada di Masjid Nabawi, yang dilakukan oleh kebanyakan jamaah selepas shalat fardhu adalah berdesak-desakan untuk menjiarahi makam Rasulalloh dan sahabat beliau, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khatab dengan harapan ingin memperoleh safaatnya di akhirat kelak. Sementara pada saat berada di Masjid Haram, selepas shalat fardhu para jamaah berbondong-bondong untuk melakukan tawaf sebagai pengganti shalat sunah masjid karena memang di masjid ini tidak ada shalat sunah sebagai penghormatan kecuali melakukan tawaf.
Shalat malam atau qiyamul lail atau yang sering kita kenal shalat tahajjud, akan sering kita lakukan di kedua masjid itu. Tempat itu tidak pernah sedetikpun sepi dari jamaah. Gema adzan dikumandangkan dua 2 kali. Adzan pertama dikumandangkan jam 04.00 pagi, pertanda waktu shalat malam. Adzan kedua dukumandangkan jam 05.30 pagi pertanda waktu shalat shubuh. Sayang rasanya kalau kita harus meninggalkan kesempatan emas itu, pahala berlipat-lipat sudah dipersiapkan di hadapan kita. Sebagaimana janji Allah dalam firman-Nya, Dia akan menambahkan beberapa derajat manakala umatnya mendirikan shalat malam. Terlebih shalat itu kita lakukan di tempat di mana pahalanya berlipat-lipat sebagaimana sabda nabi. Atau tidakah terlintas dipikiran kita berapa banyak saudara-saudara kita di tanah air yang belum diberikan kesempatan seberuntung kita. Mereka harus sabar menunggu giliran atau waiting list, mereka punya uang tapi kesempatan belum berpihak kepadanya. Seandainya saja kegiatan itu dilakukan di Indonesia, keinginan untuk memakmuran masjid bukan hanya menjadi impian belaka namun benar-benar akan menjadi kenyataan. Bangun pagi dan shalat berjamaah di masjid tidak hanya membuat badan kita sehat, namun lebih dari itu akan terbentuk hubungan silaturrahim dan ukhuwah islamiyah yang kokoh dan pada akhirnya pihak-pihak yang selama ini tidak suka dengan kemajuan islam lambat laun akan muncul rasa segan dan di samping itu pula akan membuka mata mereka bagaimana mereka menyaksikan tentang kemuliaan ajaran Islam. Mereka juga harus disadarkan bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Islam yang selama ini hanya menang dalam kuantitas, ternyata mampu juga menunjukan kualitasnya. Marilah kita tunjukan kekuatan dan kualitas kita dengan cara banyak berbuat dan banyak memberikan keteladan. Sebagaimana Muhammad SAW, diutus ke dunia ini adalah untuk memberikan keteladan dan memberikan bimbingan akhlak. Semua itu, beliau lakukan berawal dari kedua tempat mulia tersebut.
Daratan Arab Saudi sekitar 90% adalah daerah bebatuan dan padang pasir. Cuacanya sangat panas, berangin, jarang sekali turun hujan. Di sepanjang perjalanan, tidak ada pemandangan yang lain, kecuali gunung bebatuan dan gurun pasir yang sangat luas. Tidak pernah sekalipun penulis melihat sungai terlebih gemericik air. Daerah itu benar-benar tandus. Akan tetapi jangan tanya, persediaan air berlimpah. Buktinya, air zamzam dikonsumsi oleh jutaan orang dari berbagai negara, tidak pernah kita mendengar mengalami kekeringan. Setelah berhaji setiap jamaah dibekali sekian liter air itu untuk dibawa ke negara mereka masing-masing. Bahkan yang sangat menarik, air zamzam yang disediakan di masjid Haram tidak saja digunakan untuk air minum akan tetapi digunakan juga untuk berwudhu. Suatu ketika, penulis pernah melihat seorang jamaah membasahi seluruh pakaiannya, kemudian dia melakukan tawaf. Saya berpikir mungkin dia merasa panas sehingga dia butuh kesegaran. Selesai shalat fardhu. banyak jamaah menyerbu drum-drum yang berisi air zamzam, sambil mengeluarkan botol atau kantong plastik. Para jamaah berlomba mengisinya hingga penuh sesuai dengan besar kecilnya botol atau kantong plastik yang mereka bawa. Minum air zamzam segelas hingga dua gelas, sehabis shalat fardhu, tawaf , atau bertadarus Al-qur’an sungguh-sungguh nikmat. Mungkin itu, salah satu alasan kenapa jamaah yang sudah berhaji ingin berhaji lagi. Subhannallah, sebelum meneguk air tersebut seraya berdoa, “ Ya. Allah, aku mohon kepada-Mu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, rizqi yang luas dan kesembuhan dari segala penyakit dan kepedihan dengan rahmat-Mu ya Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dari segenap yang pengasih.”
Ojo kagetan, ajo dumeh, ojo gumun yang merupakan salah satu falsafah Jawa rupanya bermanfaat juga pada saat kita berada di kedua masjid itu. Ojo kagetan yaitu jangan kaget, ojo dumeh yaitu jangan aneh dan ojo gumun yaitu jangan mentang-mentang. Hampir setiap detik keberadaan kita di sana, setiap detik pula kejadian-kejadian aneh tersuguhkan dihadapan kita. Kejadian-kejadian yang kita saksikan akan mengusik rasa penasaran kita. Untuk itu ucapan istighfarlah yang paling pantas kita lantunkan ketika itu. Semisal, ada beberapa jamaah melakukan shalat sunah selesai shalat ashar atau shalat shubuh. Yang kita tahu, tidak ada shalat sunah setelah pelaksanaan shalat ashar ataupun shubuh, kecuali shalat janazah. Artinya tidak ada shalat ba’diah setelah melaksanakan ke dua shalat tersebut, bahkan dikatagorikan sebagai waktu haram melaksanakan shalat. Faktanya, penulis beberapa kali menyaksikan kejadian ini. Bahkan ada yang mengerjakan lebih dari dua rakaat. Ketika penulis berada di Masjid Haram dimana jamaah wanita diperbolehkan bergabung dengan jamaah laki-laki, di situ penulis melihat ada beberapa jamaah wanita sedang melaksanakan shalat, namun aurat yang seharusnya tertutup, sebagaimana jamaah wanita Indonesia biasa shalat tampaknya sangat berbeda. Mereka membiarkan mata kaki dan pergelangan tangan mereka terbuka. Bukankah bagi wanita hanya tepalak tangan dan muka saja yang boleh terbuka ? Tubuh wanita seluruhnya aurat kecuali telapak tangan dan muka. Mungkin mereka memiliki keyakinan yang berbeda, sehingga bagi mereka benar adanya Tapi itulah faktanya. Atau dilain waktu, penulis melihat beberapa jamaah yang sedang shalat, mulut mereka kumat-kamit membaca bacaan shalat, namun pandangan mereka tidak ke tempat sujud. Kepala menengadah dan mata mereka bergerak ke kanan–kekiri sambil memperhatikan orang-orang yang lewat di depannya. Kalau mereka bisa khusyu dengan cara shalat seperti itu, sungguh ajaib. Ada pemandangan menarik, mereka sudah bertakbir untuk berniat shalat, lalu kedua tangan mereka sudah bersedekap di dada mereka, kemudian ada shaf kosong di depan mereka, mereka bergerak mengisinya. Entah bagaimana di depan mereka ada shaf kosong lagi, mereka segera bergerak mengisinya. Sampai sekitar tiga kali mereka bergerak mengisi shaf kosong dengan kedua tangan bersedekap di dada. Sungguh menggelitik, begitulah kejadiannya. Manakala menjelang pelaksanaan shalat berjamaah, jamaah demikian padat, hampir tidak ada space yang kosong, nyaris rapat. Jangan marah atau kaget, kalau tiba-tiba ada orang yang duduk tepat di depan kita. Lalu kita berpikir, bagaimana kita akan ruku dan sujud nanti. Ya, kita harus pasrah. Ternyata betul, orang yang berada di depan penulis tidak dapat shaf shalat. Kemudian kami harus berhimpitan. Badan mereka tinggi besar. Subhannallah, jangan ditanya bagaimana kami harus ruku dan sujud. Benar-benar berkeringat pada saat itu. Atau di setiap kesempatan, penulis memperhatikan ada beberapa jamaah tidak meletakan kedua tangan mereka di dada pada saat shalat, namun dibiarkan saja menjulur ke bawah. Dan yang menjadi menarik perhatian, kedua tangan mereka bergerak-gerak seperti orang yang sedang berolah raga. Ada beberapa jamaah yang mengecat kaki dan mukanya dengan pacar ( cairan khusus dari Arab ) menambah semaraknya pemandangan yang bisa kita nikmati. Pernah juga penulis menyaksikan, beberapa jamaah yang sedang tidur lelap, disiram oleh para petugas kebersihan. Mereka segera terbangun, kemudian mereka marah-marah. Dan yang menariknya, mereka menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Petugas kebersihan menggunakan bahasa mereka, sementara yang terbangun menggunakan bahasa mereka sendiri. Mereka benar-benar tidak nyambung. Lucu memang. Banyak orang, banyak adat-istiadat yang mereka bawa dan mereka tampilkan.
( bersambung )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar