CARA EFEKTIF MENGAJARKAN STRUKTUR KALIMAT BAHASA INGGRIS
Oleh : M. Yasin Marjaya, Guru SMP Islam Al Azhar 1
Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Berbicara tentang struktur kalimat, apalagi struktur kalimat bahasa Inggris terbayang oleh kita dengan rumus-rumus yang di dalamnya mengharuskan kita untuk menghafalnya. Metode pengajaran yang sedemikian itu masih berlangsung sampai di era sembilanpuluhan. Hampir semua guru ( red. kecuali native speakers) yang mengajarkan bahasa Inggris yang terkait dengan materi struktur kalimat, mesti diawali dengan menulis rumus-rumus, kemudian dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh kalimat. Contoh-contoh kalimat yang dibuat nyaris tidak beragam, yaitu ; sekitar kalimat positif, negatif dan kalimat tanya. Pada saat itu kita tidak tahu, apakah muatan kurikulumnya yang menuntut demikian atau memang gurunya yang kurang kreatif.
Sudah beberapa kali kurikulum mengalami perbaikan dan perubahan, termasuk kurikulum pengajaran bahasa Inggris, yang terakhir dari apa yang disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ), yaitu ; guru diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjabarkan dari apa yang terdapat dalam kurikulum tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi di mana guru tersebut mengajar.
Bagi sekolah-sekolah yang memiliki sarana-prasarana yang terbilang lengkap, pemberlakuan KTSP kemungkinan tidak bermasalah, tinggal seberapa besar kemauan dari para gurunya untuk senantiasa berkreasi dan berinovasi, agar tujuan yang ingin dicapai pada setiap bahan ajar bisa ditransfer dengan mudah dan tepat sasaran. Sebaliknya, bagi sekolah yang kurang lengkap fasilitasnya bahkan nyaris tidak ada, tentunya akan menuntut peran serta dan daya kreatifitas yang sangat besar dari guru-gurunya.
Dalam pembelajaran bahasa Inggris ada 4 kemampuan yang harus dikembangkan, yaitu; mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dari keempat kemampuan yang harus dikembangkan tersebut, tentunya harus didukung pula dengan kemampuan dalam memahami struktur kalimat dan penguasaan kosa kata. Kemampuan membaca dan mendengarkan termasuk dalam katagori kemampuan pasif, sementara kemampuan berbicara dan menulis termasuk dalam katagori kemampuan aktif.
Lebih sepuluh tahun sudah, pengajaran bahasa Inggris khususnya yang berkaitan dengan materi struktur kalimat jarang diajarkan secara tersurat ( red. dengan rumus-rumus ), namun dikenalkannya dengan cara-cara tersirat, sehingga terkesan tidak menggurui, bahkan bagi guru-guru yang kreatif hal itu bisa diperkenalkan dengan cara santai atau dikemas dalam bentuk permainan. Pada saat itu, murid-murid tidak terasa kalau mereka sedang mempelajari struktur kalimat, karena memang tidak sama sekali menampilkan rumus-rumus yang selama ini kita tahu telah menjadi masalah bagi sebagian besar murid-murid di sini.
Orang yang mampu berbahasa Inggris aktif, tidak menjamin pula kemampuan struktur kalimatnya bagus, karena tidak jarang ditemukan mereka yang mampu berbicara bahasa Inggris, pada saat membuat tulisan didapatkan banyak melakukan kesalahan. Kemampuan berbicara lebih bersifat non-formal, sementara kemampuan menulis bersifat formal. Kemampuan berbicara dan menulis keduanya membutuhkan kemampuan dalam penguasaan kosa kata dan penguasaan struktur kalimat, sehingga apa yang disampaikan harus benar-benar dipahami oleh pendengar atau pembaca. Bagaimanapun, tujuan pengajaran khususnya pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, masih pada pengembangan kemampuan berbahasa pasif, yaitu ; menuntut kemampuan murid dalam memahami bahan-bahan bacaan, sebagaimana soal-soal ujian yang masih berlaku sampai saat ini, termasuk soal-soal ujian negara.
Untuk menyikapi itu semua, setiap guru bahasa Inggris secara tidak langsung masih sangat dibutuhkan untuk menyampaikan atau mengajarkan struktur kalimat kepada murid-muridnya. Untuk itu, guru bahasa Inggris dituntut agar selalu kreatif dan inovatif dalam setiap penyampaian materi pelajaran, apalagi materi yang terkait dengan struktur kalimat. Mengacu pada kurikulum yang berlaku saat ini, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada guru untuk menyampaikan bahan ajar, karena pada kurikulum itu hanya mencantumkan tema saja. Kurikulum itu juga dimaksudkan untuk merangsang atau memotivasi guru agar senantiasa menemukan hal-hal baru yang tentunya disesuaikan dengan sarana-prasarana di mana guru itu mengajar.
Bagi guru-guru yang tempat mengajarnya di kota-kota besar, sarana-prasarana pembelajaran lebih mudah didapatkan, bahkan lebih mudah untuk membuat atau menemukan media pembelajaran. Khususnya guru bahasa Inggris, banyak sekali bahan bacaan berbahasa Inggris yang bisa ditemukan, semisal ; koran, majalah, buku-buku teks, komik, buku-buku cerita, buletin, tabloid, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu bisa dijadikan media pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Inggris yang terkait dengan pengajaran struktur kalimat.
Koran atau majalah berbahasa Inggris dan sejenisnya dapat dijadikan salah satu media pembelajaran yang cukup afektif, karena koran atau majalah biasanya memuat berbagai macam artikel yang memungkinkan para murid lebih tertarik untuk membacanya. Mereka bisa dengan bebas memilih bahan bacaan mana yang mereka gemari. Koran atau majalah menawarkan berbagai artikel, semisal; berita-berita tentang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, hiburan, olah raga, games, cerita-cerita pendek, dan lain sebagainya.
Dengan keanekaragaman berita atau artikel yang ditampilkan dalam koran atau majalah sedemikian banyaknya, sangat dimungkinkan pola-pola kalimat yang ditampilkanpun beragam pula. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Inggris dikenal dengan sekian jenis pola kalimat, yaitu ; sekitar 16 pola kalimat. Intinya pola-pola kalimat tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Pola kalimat dalam bentuk lampau, kekinian dan akan datang.
Koran atau majalah biasanya juga menampilkan halaman-halaman berwarna, yang mungkin menambah minat atau daya tarik para murid untuk melihatnya. Gambar-gambar menarik dengan perpaduan warna yang serasi dimungkinkan pula menggugah rasa keingintahuan murid, sehingga secara tidak langsung menumbuhkan minat atau kegemaran membaca mereka. Bahan bacaan yang bergambar atau berwarna, setidaknya mengurangi rasa jenuh atau bosan murid, karena pandangan murid tidak monoton ( red. hitam putih) sebagaimana tulisan bahan bacaan yang banyak beredar selama ini.
Artikel koran atau majalah berbahasa Inggris bisa dijadikan media pembelajaran untuk murid tingkat SD, SMP atau mungkin juga SMU. Guru meminta kepada masing-masing muridnya untuk membawa koran atau majalah berbahasa Inggris dengan tidak menentukan atau membatasi jenis koran atau majalah yang mereka akan bawa. Masing-masing murid di dalam kelas tersebut, harus membawa alat-alat belajarnya sendiri. Di samping koran atau majalah yang mereka harus bawa, mereka juga harus mempersiapkan lem, gunting, stabilo ( spidol warna ), kamus (Alfa-link) dan beberapa lembar kertas HVS.
Sebagai contoh, guru ingin memperkenalkan tentang pola kalimat, “ simple present perfect tense”, guru hanya meminta kepada muridnya untuk menemukan kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kata have atau has kemudian diikuti oleh kata kerja. Pada saat mereka menemukan pola kalimat tersebut, mereka beri tanda dengan menggunakan stabilo /spidol warna. Kamus atau Alfa-link berfungsi untuk mengecek kata apakah kata yang mengikuti kata have/has adalah kata kerja atau bukan. Kalimat-kalimat tersebut mereka gunting, kemudian mereka tempel pada sehelai kertas HVS. Pada tahap pertama, minta pada masing-masing murid untuk menempel kalimat-kalimat tersebut sebanyak 10 kalimat. Waktu mengerjakan dibatasi.
Semua pekerjaan murid dikumpulkan, kemudian diperiksa satu persatu sambil melihat kesalahan-kesalahan yang dibuat murid. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan murid pada pola kalimat tersebut, diantaranya; belum bisa membedakan antara kata have/has sebagai kata kerja atau kata kerja bantu, setelah kata have/has tidak diikuti kata kerja, didapatkan pola kalimat-kalimat pasif bukan aktif, jarang ditemukan pola kalimat-kalimat negatif atau kalimat-kalimat tanya, salah dalam pengguntingan, tidak ada subjek kalimat, objek kalimat dan kelengkapan kalimat-kalimat lainnya.
Setelah diperiksa dan ditemukan beberapa kesalahan, barulah guru menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan yang dibuat murid, agar tidak dilakukan lagi pada penugasan berikutnya. Pada penugasan pertama, guru sudah bisa menyimpulkan seberapa banyak murid yang sudah mengerti, yang setengah mengerti, atau yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran tersebut belum diajarkan. Pada saat guru menjelaskan, dimungkinkan terjadi tanya jawab yang berkenaan dengan materi tersebut, dan guru harus bisa memancing keingintahuan murid. Setelah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan dari murid, berilah penugasan kedua kepada murid dengan cara dan langkah yang sama seperti pada penugasan pertama. Jumlah kalimat-kalimat yang mereka tempel diusahakan lebih banyak dari pada penugasan pertama.
Untuk mengajarkan materi pelajaran tersebut, setidaknya dibutuhkan 2 kali pertemuan atau 2 kali tatap muka. Jika mereka belum selesai bisa dilanjutkan di rumah sebagai pekerjaan rumah. Mereka bisa lebih santai karena tidak diburu dengan waktu, sehingga hasilnya pun diharapkan lebih baik dan sesuai dengan target sebagaimana yang terdapat dalam tujuan pembelajaran. Pada pertemuan kedua itu, seluruh tugas murid dikumpulkan dan diperiksa satu persatu, untuk melihat seberapa banyak murid yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran sudah diajarkan.
Idealnya setiap bahan ajar harus diterima oleh 100 % murid di kelas, namun kenyataanya cukup sulit, mesti ada satu atau dua murid yang tidak mencapai seperti apa yang diharapkan. Melihat kenyataan demikian, guru harus memberikan pelayanan lebih kepada murid-murid tersebut, paling tidak mereka sampai pada nilai ketuntasan. Bagi murid-murid yang mayoritas sudah mengerti, bisa dilanjutkan dengan penjelasan kapan pola-pola kalimat tersebut digunakan, karena ini sangat penting. Pola-pola kalimat dalam bahasa Inggris cukup banyak, dan yang menjadi bahan ajar pada contoh ini, adalah salah satunya. Pada bagian ini, guru juga bisa menjelaskan ciri-ciri pola kalimat “ simple present perfect tense,” yaitu, biasanya kalimat-kalimat tersebut disisipkan kata-kata seperti ; since, for, already, just, yet, dan sebagainya. Guru harus menjelaskan kapan itu digunakan dan pada bagian mana dalam kalimat, kata-kata itu ditempatkan.
Dengan menggunakan media pembelajaran seperti ini, guru akan terhindar menuliskan rumus-rumus yang sudah sangat jelas bertentangan dengan metode pembelajaran saat ini. Di samping itu, belajar mandiri murid dengan sendirinya akan terbentuk, keaktifan murid akan tampak, mereka saling bekerja sama, guru berperan sebagai fasilitator, metode belajar deduktif bisa dilakukan, bisa dengan cepat mendeteksi kemampuan masing-masing murid, murid tidak terkesan digurui, terhindar dari kebosanan atau perasaan jenuh.
Untuk melihat tingkat ketuntasan belajar murid, guru harus menyiapkan alat tes, berupa soal-soal dalam bentuk hand out, yang dikerjakan murid dengan waktu yang dibatasi dengan pengawasan yang cukup ketat, agar murid tidak mencontek atau melihat pekerjaan temannya. Murid dinyatakan tuntas, bila skor yang diperoleh murid sama atau lebih besar dari nilai ketuntasan yang ditentukan oleh guru pada mata pelajaran tersebut.
Oleh : M. Yasin Marjaya, Guru SMP Islam Al Azhar 1
Jl. Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Berbicara tentang struktur kalimat, apalagi struktur kalimat bahasa Inggris terbayang oleh kita dengan rumus-rumus yang di dalamnya mengharuskan kita untuk menghafalnya. Metode pengajaran yang sedemikian itu masih berlangsung sampai di era sembilanpuluhan. Hampir semua guru ( red. kecuali native speakers) yang mengajarkan bahasa Inggris yang terkait dengan materi struktur kalimat, mesti diawali dengan menulis rumus-rumus, kemudian dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh kalimat. Contoh-contoh kalimat yang dibuat nyaris tidak beragam, yaitu ; sekitar kalimat positif, negatif dan kalimat tanya. Pada saat itu kita tidak tahu, apakah muatan kurikulumnya yang menuntut demikian atau memang gurunya yang kurang kreatif.
Sudah beberapa kali kurikulum mengalami perbaikan dan perubahan, termasuk kurikulum pengajaran bahasa Inggris, yang terakhir dari apa yang disebut dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ), yaitu ; guru diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menjabarkan dari apa yang terdapat dalam kurikulum tersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi di mana guru tersebut mengajar.
Bagi sekolah-sekolah yang memiliki sarana-prasarana yang terbilang lengkap, pemberlakuan KTSP kemungkinan tidak bermasalah, tinggal seberapa besar kemauan dari para gurunya untuk senantiasa berkreasi dan berinovasi, agar tujuan yang ingin dicapai pada setiap bahan ajar bisa ditransfer dengan mudah dan tepat sasaran. Sebaliknya, bagi sekolah yang kurang lengkap fasilitasnya bahkan nyaris tidak ada, tentunya akan menuntut peran serta dan daya kreatifitas yang sangat besar dari guru-gurunya.
Dalam pembelajaran bahasa Inggris ada 4 kemampuan yang harus dikembangkan, yaitu; mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Dari keempat kemampuan yang harus dikembangkan tersebut, tentunya harus didukung pula dengan kemampuan dalam memahami struktur kalimat dan penguasaan kosa kata. Kemampuan membaca dan mendengarkan termasuk dalam katagori kemampuan pasif, sementara kemampuan berbicara dan menulis termasuk dalam katagori kemampuan aktif.
Lebih sepuluh tahun sudah, pengajaran bahasa Inggris khususnya yang berkaitan dengan materi struktur kalimat jarang diajarkan secara tersurat ( red. dengan rumus-rumus ), namun dikenalkannya dengan cara-cara tersirat, sehingga terkesan tidak menggurui, bahkan bagi guru-guru yang kreatif hal itu bisa diperkenalkan dengan cara santai atau dikemas dalam bentuk permainan. Pada saat itu, murid-murid tidak terasa kalau mereka sedang mempelajari struktur kalimat, karena memang tidak sama sekali menampilkan rumus-rumus yang selama ini kita tahu telah menjadi masalah bagi sebagian besar murid-murid di sini.
Orang yang mampu berbahasa Inggris aktif, tidak menjamin pula kemampuan struktur kalimatnya bagus, karena tidak jarang ditemukan mereka yang mampu berbicara bahasa Inggris, pada saat membuat tulisan didapatkan banyak melakukan kesalahan. Kemampuan berbicara lebih bersifat non-formal, sementara kemampuan menulis bersifat formal. Kemampuan berbicara dan menulis keduanya membutuhkan kemampuan dalam penguasaan kosa kata dan penguasaan struktur kalimat, sehingga apa yang disampaikan harus benar-benar dipahami oleh pendengar atau pembaca. Bagaimanapun, tujuan pengajaran khususnya pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, masih pada pengembangan kemampuan berbahasa pasif, yaitu ; menuntut kemampuan murid dalam memahami bahan-bahan bacaan, sebagaimana soal-soal ujian yang masih berlaku sampai saat ini, termasuk soal-soal ujian negara.
Untuk menyikapi itu semua, setiap guru bahasa Inggris secara tidak langsung masih sangat dibutuhkan untuk menyampaikan atau mengajarkan struktur kalimat kepada murid-muridnya. Untuk itu, guru bahasa Inggris dituntut agar selalu kreatif dan inovatif dalam setiap penyampaian materi pelajaran, apalagi materi yang terkait dengan struktur kalimat. Mengacu pada kurikulum yang berlaku saat ini, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada guru untuk menyampaikan bahan ajar, karena pada kurikulum itu hanya mencantumkan tema saja. Kurikulum itu juga dimaksudkan untuk merangsang atau memotivasi guru agar senantiasa menemukan hal-hal baru yang tentunya disesuaikan dengan sarana-prasarana di mana guru itu mengajar.
Bagi guru-guru yang tempat mengajarnya di kota-kota besar, sarana-prasarana pembelajaran lebih mudah didapatkan, bahkan lebih mudah untuk membuat atau menemukan media pembelajaran. Khususnya guru bahasa Inggris, banyak sekali bahan bacaan berbahasa Inggris yang bisa ditemukan, semisal ; koran, majalah, buku-buku teks, komik, buku-buku cerita, buletin, tabloid, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu bisa dijadikan media pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Inggris yang terkait dengan pengajaran struktur kalimat.
Koran atau majalah berbahasa Inggris dan sejenisnya dapat dijadikan salah satu media pembelajaran yang cukup afektif, karena koran atau majalah biasanya memuat berbagai macam artikel yang memungkinkan para murid lebih tertarik untuk membacanya. Mereka bisa dengan bebas memilih bahan bacaan mana yang mereka gemari. Koran atau majalah menawarkan berbagai artikel, semisal; berita-berita tentang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, hiburan, olah raga, games, cerita-cerita pendek, dan lain sebagainya.
Dengan keanekaragaman berita atau artikel yang ditampilkan dalam koran atau majalah sedemikian banyaknya, sangat dimungkinkan pola-pola kalimat yang ditampilkanpun beragam pula. Sebagaimana diketahui, dalam bahasa Inggris dikenal dengan sekian jenis pola kalimat, yaitu ; sekitar 16 pola kalimat. Intinya pola-pola kalimat tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Pola kalimat dalam bentuk lampau, kekinian dan akan datang.
Koran atau majalah biasanya juga menampilkan halaman-halaman berwarna, yang mungkin menambah minat atau daya tarik para murid untuk melihatnya. Gambar-gambar menarik dengan perpaduan warna yang serasi dimungkinkan pula menggugah rasa keingintahuan murid, sehingga secara tidak langsung menumbuhkan minat atau kegemaran membaca mereka. Bahan bacaan yang bergambar atau berwarna, setidaknya mengurangi rasa jenuh atau bosan murid, karena pandangan murid tidak monoton ( red. hitam putih) sebagaimana tulisan bahan bacaan yang banyak beredar selama ini.
Artikel koran atau majalah berbahasa Inggris bisa dijadikan media pembelajaran untuk murid tingkat SD, SMP atau mungkin juga SMU. Guru meminta kepada masing-masing muridnya untuk membawa koran atau majalah berbahasa Inggris dengan tidak menentukan atau membatasi jenis koran atau majalah yang mereka akan bawa. Masing-masing murid di dalam kelas tersebut, harus membawa alat-alat belajarnya sendiri. Di samping koran atau majalah yang mereka harus bawa, mereka juga harus mempersiapkan lem, gunting, stabilo ( spidol warna ), kamus (Alfa-link) dan beberapa lembar kertas HVS.
Sebagai contoh, guru ingin memperkenalkan tentang pola kalimat, “ simple present perfect tense”, guru hanya meminta kepada muridnya untuk menemukan kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat kata have atau has kemudian diikuti oleh kata kerja. Pada saat mereka menemukan pola kalimat tersebut, mereka beri tanda dengan menggunakan stabilo /spidol warna. Kamus atau Alfa-link berfungsi untuk mengecek kata apakah kata yang mengikuti kata have/has adalah kata kerja atau bukan. Kalimat-kalimat tersebut mereka gunting, kemudian mereka tempel pada sehelai kertas HVS. Pada tahap pertama, minta pada masing-masing murid untuk menempel kalimat-kalimat tersebut sebanyak 10 kalimat. Waktu mengerjakan dibatasi.
Semua pekerjaan murid dikumpulkan, kemudian diperiksa satu persatu sambil melihat kesalahan-kesalahan yang dibuat murid. Kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan murid pada pola kalimat tersebut, diantaranya; belum bisa membedakan antara kata have/has sebagai kata kerja atau kata kerja bantu, setelah kata have/has tidak diikuti kata kerja, didapatkan pola kalimat-kalimat pasif bukan aktif, jarang ditemukan pola kalimat-kalimat negatif atau kalimat-kalimat tanya, salah dalam pengguntingan, tidak ada subjek kalimat, objek kalimat dan kelengkapan kalimat-kalimat lainnya.
Setelah diperiksa dan ditemukan beberapa kesalahan, barulah guru menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan yang dibuat murid, agar tidak dilakukan lagi pada penugasan berikutnya. Pada penugasan pertama, guru sudah bisa menyimpulkan seberapa banyak murid yang sudah mengerti, yang setengah mengerti, atau yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran tersebut belum diajarkan. Pada saat guru menjelaskan, dimungkinkan terjadi tanya jawab yang berkenaan dengan materi tersebut, dan guru harus bisa memancing keingintahuan murid. Setelah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan dari murid, berilah penugasan kedua kepada murid dengan cara dan langkah yang sama seperti pada penugasan pertama. Jumlah kalimat-kalimat yang mereka tempel diusahakan lebih banyak dari pada penugasan pertama.
Untuk mengajarkan materi pelajaran tersebut, setidaknya dibutuhkan 2 kali pertemuan atau 2 kali tatap muka. Jika mereka belum selesai bisa dilanjutkan di rumah sebagai pekerjaan rumah. Mereka bisa lebih santai karena tidak diburu dengan waktu, sehingga hasilnya pun diharapkan lebih baik dan sesuai dengan target sebagaimana yang terdapat dalam tujuan pembelajaran. Pada pertemuan kedua itu, seluruh tugas murid dikumpulkan dan diperiksa satu persatu, untuk melihat seberapa banyak murid yang belum mengerti sama sekali, sementara materi pelajaran sudah diajarkan.
Idealnya setiap bahan ajar harus diterima oleh 100 % murid di kelas, namun kenyataanya cukup sulit, mesti ada satu atau dua murid yang tidak mencapai seperti apa yang diharapkan. Melihat kenyataan demikian, guru harus memberikan pelayanan lebih kepada murid-murid tersebut, paling tidak mereka sampai pada nilai ketuntasan. Bagi murid-murid yang mayoritas sudah mengerti, bisa dilanjutkan dengan penjelasan kapan pola-pola kalimat tersebut digunakan, karena ini sangat penting. Pola-pola kalimat dalam bahasa Inggris cukup banyak, dan yang menjadi bahan ajar pada contoh ini, adalah salah satunya. Pada bagian ini, guru juga bisa menjelaskan ciri-ciri pola kalimat “ simple present perfect tense,” yaitu, biasanya kalimat-kalimat tersebut disisipkan kata-kata seperti ; since, for, already, just, yet, dan sebagainya. Guru harus menjelaskan kapan itu digunakan dan pada bagian mana dalam kalimat, kata-kata itu ditempatkan.
Dengan menggunakan media pembelajaran seperti ini, guru akan terhindar menuliskan rumus-rumus yang sudah sangat jelas bertentangan dengan metode pembelajaran saat ini. Di samping itu, belajar mandiri murid dengan sendirinya akan terbentuk, keaktifan murid akan tampak, mereka saling bekerja sama, guru berperan sebagai fasilitator, metode belajar deduktif bisa dilakukan, bisa dengan cepat mendeteksi kemampuan masing-masing murid, murid tidak terkesan digurui, terhindar dari kebosanan atau perasaan jenuh.
Untuk melihat tingkat ketuntasan belajar murid, guru harus menyiapkan alat tes, berupa soal-soal dalam bentuk hand out, yang dikerjakan murid dengan waktu yang dibatasi dengan pengawasan yang cukup ketat, agar murid tidak mencontek atau melihat pekerjaan temannya. Murid dinyatakan tuntas, bila skor yang diperoleh murid sama atau lebih besar dari nilai ketuntasan yang ditentukan oleh guru pada mata pelajaran tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar