“ Pembinaan Keilmiahan dan Ketakwaan “
Oleh : M. Yasin Marjaya
Dewasa ini banyak bermunculan sekolah non-pemerintah di kota-kota besar yang menyediakan berbagai fasilitas belajar super lengkap dan super moderen menawarkan sederet keunggulan dan keistimewaannya serta menyuguhkan program pengajaran yang tersusun rapih dan profesional.
Di samping itu, pemerintah juga telah menggelontorkan program sekolah gratis pada pendidikan tingkat dasar atau wajib belajar 9 tahun, dengan kata lain wajib tamat pada tingkatan SMP, yang pembiayaannnya dialokasikan dari dana 20 % anggaran pendidikan pada APBN tahun ini.
Untuk mencerdaskan bangsa bukanlah tugas pemerintah semata, namun merupakan tugas semua pihak yang peduli akan kemajuan dan pembangunan umat, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan pendidikan akan mengangkat strata masyarakat dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan keterpurukan lainnya, yang sampai saat ini merupkan salah satu ciri khas negara berkembang.
Mengutip tujuan pendidikan yang terdapat pada Tujuan Pendidikan Nasional adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan di atas dapatlah ditarik benang merah bahwa makna yang tekandung pada tujuan tersebut, bermuara pada pembentukan keimanan, ketauhidan dan ketakwaan seseorang pada Sang Pencipta, Allah SWT, yang akan terealisasi melalui pembentukan akhlak, kesehatan yang prima, berwawasan luas, memiliki kemampuan, kaya gagasan, mampu berdiri sendiri tidak tergantung dengan siapapun bahkan diharapkan menjadi tempat pemberi solusi, santun menerima kritik atau saran, rela menerima pendapat orang lain demi kemaslahatan umat, tidak kaku, atau terlalu idealis, dan pada akhirnya memiliki keyakinan bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan khalayak terlebih tanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Untuk itu sekolah-sekolah ( Red. sekolah-sekolah swasta ) berusaha menselaraskan antara Tujuan Pendidikan Nasional dengan tujuan pendidikan yang dibuat oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang mengelola bidang pendidikan yang tertuang pada visi dan misi yang tentunya memiliki ciri atau kekhasan tersendiri atau bisa dibilang merupakan identitas mereka. Mereka akan memadukan visi dan misi mereka dengan apa yang diharapkan negara dalam hal ini, yaitu ikut berperan aktif dalam usaha mencerdaskan umat dan bangsa yang sudah sangat lama diharapkan hasilnya.
Tujuan pengajaran di banyak sekolah sekarang ini, tidak terfokus pada pengembangan intelektual semata, karena menurut teori hanya sekian persen saja sumbangsih kecedasan intelektual terhadap keberhasilan seseorang. Selanjutnya, ditemukanlah suatu teori bahwa ternyata keberhasilan seseorang lebih ditentukan pada kepiawian seseorang mengelola emosinya, atau dengan kata lain orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tidak menjamin seseorang itu akan berhasil manakala dia kurang mampu mengelola emosinya. Ilmu pengetahuan semakin berkembang, terciptalah suatu pendapat bahwa di samping seseorang memiliki kecerdasan intelektual, kelihaian dalam mengelola emosinya, ternyata keberhasilan seseorang ditentukan pula atas kecerdasan mereka dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, Allah SWT, atau yang sering disebut kecerdasan spiritual.
Munculah lembaga-lembaga pelatihan yang memfokuskan pada pengemblengan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Peserta disadarkan atau digiring oleh para trainer atau nara sumber untuk mengubah kebiasaan, pendapat atau wawasan yang sudah terpatri lama bahwa dengan hanya memiliki kecerdasan intelektualah seseorang itu bisa sukses. Para trainer menyajikan puluhan teori yang meluruskan akan hal itu, bahkan dengan bantuan media presentasi super canggih digunakan, yang tentunya membutuhkan dana yang cukup banyak, konon satu perserta harus merogoh kocek sampai jutaan rupiah untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, sekolah-sekolah yang dikelola oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang bercirikan keagamaan ( red. Islam ) memadukan setiap bahan ajar dengan muatan Iptek dan Imtak. Siswa dibekali Iptek untuk meraih kebahagian dunia, sementara siswa dibekali Imtak, insya Allah meraih kebahagian akhirat. Kebahagiaan dunia bisa diperoleh dengan ilmu, kebahagiaan akhirat bisa diperoleh dengan ilmu, sedangkan untuk memperoleh keduanya tentunya juga dengan ilmu. Sedini mungkin, siswa diberikan tentang hakekat hidup, hidup di dunia hanyalah sementara, semua akan menuju kepada kematian. Untuk itu pola hidup yang berkeseimbangan menjadi landasan berfikir siswa yang senantiasa ditanamkan ke dalam lubuk hati mereka.
Sekolah senantiasa meningkatkan dan memupuk kesadaran para siswa, serta mengembangkan wawasan berfikir mereka agar dapat memahami kenapa mereka harus berangkat ke sekolah setiap hari, harus tinggal di sana sekian jam, harus berintraksi atau bergaul dengan teman sekolahnya, mengikuti pelajaran yang diberikan oleh gurunya, mengerjakan PR, mematuhi peraturan sekolah, siap menerima dan menjalankan sangsi dari sekolah, dan yang tak kalah pentingnya harus menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah hingga mereka tamat di sekolah tersebut. Mereka sadar dengan sekolah mereka akan menjadi orang yang bermanfaat di kemudian hari, minimal bagi dirinya.
Sekolah memperlakukan siswa sebagai subyek pendidikan, bukanlah obyek dari pendidikan, sehingga siswa memiliki otoritas penuh untuk memberdayakan kemampuan dan bakat yang ada pada dirinya. Mereka bebas berekspresi, berkreasi, berinovasi, berfantasi dan sederetan potensi mereka yang bisa dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah. Sekolah juga harus menghantarkan siswanya untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis yang pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan karya cipta yang membawa manfaat untuk orang banyak.
Kemampuan berfikir kritis siswa senantiasa dikembangkan melalui program yang terencana secara profesional dan terpadu yang tertuang pada program sekolah sebagai acuan dalam kegiatan-kegiatan yang mampu mengembangkan ketiga kecerdasan ; kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kesemua kecerdasan itu, bisa dipupuk dan dikembangkan melalui banyaknya pembinaan dan pelatihan.
Kecerdasan intelektual siswa diperoleh melalui tranfer ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru mereka di kelas atau di luar kelas yang tertata rapih dalam program satuan pelajaran berdasarkan kurikulum berstandar nasional yang harus tuntas dalam setiap tingkatan. Pada akhirnya, siswa diharapkan akan menjadi pemikir yang handal atau kaum intelektual yang bertanggung jawab di masa depan. Sedini mungkin, bahan ajar diarahkan untuk mengembangkan olah fikir kritis siswa, salah satunya melalui latihan penelitian-penelitian sederhana.
Penanaman berfikir kritis dan ilmiah melalui penelitan-penelitian sederhana pada tingkatan siswa SMP apalagi SMU, sangat dibutuhkan sebagai bekal mereka pada tingkatan pedidikan yang lebih tinggi. Siswa yang dibiasakan sejak dini untuk berfikir runtun atau ilmiah akan membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai masalah yang sudah pasti akan mereka hadapi. Mempersiapkan generasi untuk 10 atau 20 tahun ke depan merupakan suatu keharusan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang dikatakan moderen atau memiliki visi dan misi masa depan yang jelas dan terarah, mereka sangat yakin banyak tantangan, rintangan dan sudah pasti kompetisi di zaman itu demikian sulit dan beratnya.
Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki keinginan demikian sangat tampak dalam meletakan visi dan misinya. Mereka mampu memprediksi dan mengantisipasi peluang dan tantangan secara cermat dan komprehensif. Mereka mampu memilah-milah mana yang menjadi peluang, dan mana yang menjadi tantangan. Mereka juga mampu menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang cepat dan tepat bila peluang dan tantangan itu datang.
Pada tingkatan SMP atau SMU, aspek pengembangan diri siswa harus diberdayakan dan dimaksimalkan. Sekolah yang berkualitas, bisa dilihat dari seberapa besar tingkat keaktifan siswa-siswanya. Kegiatan ekstra-kurikuler yang diprogramkan oleh sekolah, merupakan wadah pelayanan yang harus dipersiapkan, sehingga segala kemampuan dan potensi yang dimiliki para siswa bisa tergali dan termotivasi untuk berkembang.
Di sekolah dimana saya pernah mengajar, pembinaan keilmiahan dan ketakwaan sudah diberikan sejak siswa masuk hari pertama. Siswa kelas VII, diharuskan mengikuti pembinaan tersebut, untuk beberapa kali pertemuan. Sebelum mengikuti pembinaan, siswa diberikan tes IQ, tes motivasi dan tes sikap. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan atau potensi awal yang dimiliki siswa, sehingga hal ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini juga menjadi catatan atau data pribadi siswa untuk para wali kelas, guru BK, Staf Keagamaan, Staf Tanse, dan sudah barang tentu seluruh dewan guru.
Oleh : M. Yasin Marjaya
Dewasa ini banyak bermunculan sekolah non-pemerintah di kota-kota besar yang menyediakan berbagai fasilitas belajar super lengkap dan super moderen menawarkan sederet keunggulan dan keistimewaannya serta menyuguhkan program pengajaran yang tersusun rapih dan profesional.
Di samping itu, pemerintah juga telah menggelontorkan program sekolah gratis pada pendidikan tingkat dasar atau wajib belajar 9 tahun, dengan kata lain wajib tamat pada tingkatan SMP, yang pembiayaannnya dialokasikan dari dana 20 % anggaran pendidikan pada APBN tahun ini.
Untuk mencerdaskan bangsa bukanlah tugas pemerintah semata, namun merupakan tugas semua pihak yang peduli akan kemajuan dan pembangunan umat, khususnya dalam bidang pendidikan. Dengan pendidikan akan mengangkat strata masyarakat dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan keterpurukan lainnya, yang sampai saat ini merupkan salah satu ciri khas negara berkembang.
Mengutip tujuan pendidikan yang terdapat pada Tujuan Pendidikan Nasional adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan di atas dapatlah ditarik benang merah bahwa makna yang tekandung pada tujuan tersebut, bermuara pada pembentukan keimanan, ketauhidan dan ketakwaan seseorang pada Sang Pencipta, Allah SWT, yang akan terealisasi melalui pembentukan akhlak, kesehatan yang prima, berwawasan luas, memiliki kemampuan, kaya gagasan, mampu berdiri sendiri tidak tergantung dengan siapapun bahkan diharapkan menjadi tempat pemberi solusi, santun menerima kritik atau saran, rela menerima pendapat orang lain demi kemaslahatan umat, tidak kaku, atau terlalu idealis, dan pada akhirnya memiliki keyakinan bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan di hadapan khalayak terlebih tanggung jawab di hadapan Allah SWT.
Untuk itu sekolah-sekolah ( Red. sekolah-sekolah swasta ) berusaha menselaraskan antara Tujuan Pendidikan Nasional dengan tujuan pendidikan yang dibuat oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang mengelola bidang pendidikan yang tertuang pada visi dan misi yang tentunya memiliki ciri atau kekhasan tersendiri atau bisa dibilang merupakan identitas mereka. Mereka akan memadukan visi dan misi mereka dengan apa yang diharapkan negara dalam hal ini, yaitu ikut berperan aktif dalam usaha mencerdaskan umat dan bangsa yang sudah sangat lama diharapkan hasilnya.
Tujuan pengajaran di banyak sekolah sekarang ini, tidak terfokus pada pengembangan intelektual semata, karena menurut teori hanya sekian persen saja sumbangsih kecedasan intelektual terhadap keberhasilan seseorang. Selanjutnya, ditemukanlah suatu teori bahwa ternyata keberhasilan seseorang lebih ditentukan pada kepiawian seseorang mengelola emosinya, atau dengan kata lain orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tidak menjamin seseorang itu akan berhasil manakala dia kurang mampu mengelola emosinya. Ilmu pengetahuan semakin berkembang, terciptalah suatu pendapat bahwa di samping seseorang memiliki kecerdasan intelektual, kelihaian dalam mengelola emosinya, ternyata keberhasilan seseorang ditentukan pula atas kecerdasan mereka dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, Allah SWT, atau yang sering disebut kecerdasan spiritual.
Munculah lembaga-lembaga pelatihan yang memfokuskan pada pengemblengan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Peserta disadarkan atau digiring oleh para trainer atau nara sumber untuk mengubah kebiasaan, pendapat atau wawasan yang sudah terpatri lama bahwa dengan hanya memiliki kecerdasan intelektualah seseorang itu bisa sukses. Para trainer menyajikan puluhan teori yang meluruskan akan hal itu, bahkan dengan bantuan media presentasi super canggih digunakan, yang tentunya membutuhkan dana yang cukup banyak, konon satu perserta harus merogoh kocek sampai jutaan rupiah untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, sekolah-sekolah yang dikelola oleh lembaga-lembaga atau yayasan yang bercirikan keagamaan ( red. Islam ) memadukan setiap bahan ajar dengan muatan Iptek dan Imtak. Siswa dibekali Iptek untuk meraih kebahagian dunia, sementara siswa dibekali Imtak, insya Allah meraih kebahagian akhirat. Kebahagiaan dunia bisa diperoleh dengan ilmu, kebahagiaan akhirat bisa diperoleh dengan ilmu, sedangkan untuk memperoleh keduanya tentunya juga dengan ilmu. Sedini mungkin, siswa diberikan tentang hakekat hidup, hidup di dunia hanyalah sementara, semua akan menuju kepada kematian. Untuk itu pola hidup yang berkeseimbangan menjadi landasan berfikir siswa yang senantiasa ditanamkan ke dalam lubuk hati mereka.
Sekolah senantiasa meningkatkan dan memupuk kesadaran para siswa, serta mengembangkan wawasan berfikir mereka agar dapat memahami kenapa mereka harus berangkat ke sekolah setiap hari, harus tinggal di sana sekian jam, harus berintraksi atau bergaul dengan teman sekolahnya, mengikuti pelajaran yang diberikan oleh gurunya, mengerjakan PR, mematuhi peraturan sekolah, siap menerima dan menjalankan sangsi dari sekolah, dan yang tak kalah pentingnya harus menghabiskan uang sampai puluhan juta rupiah hingga mereka tamat di sekolah tersebut. Mereka sadar dengan sekolah mereka akan menjadi orang yang bermanfaat di kemudian hari, minimal bagi dirinya.
Sekolah memperlakukan siswa sebagai subyek pendidikan, bukanlah obyek dari pendidikan, sehingga siswa memiliki otoritas penuh untuk memberdayakan kemampuan dan bakat yang ada pada dirinya. Mereka bebas berekspresi, berkreasi, berinovasi, berfantasi dan sederetan potensi mereka yang bisa dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah. Sekolah juga harus menghantarkan siswanya untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis yang pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan karya cipta yang membawa manfaat untuk orang banyak.
Kemampuan berfikir kritis siswa senantiasa dikembangkan melalui program yang terencana secara profesional dan terpadu yang tertuang pada program sekolah sebagai acuan dalam kegiatan-kegiatan yang mampu mengembangkan ketiga kecerdasan ; kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kesemua kecerdasan itu, bisa dipupuk dan dikembangkan melalui banyaknya pembinaan dan pelatihan.
Kecerdasan intelektual siswa diperoleh melalui tranfer ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh guru mereka di kelas atau di luar kelas yang tertata rapih dalam program satuan pelajaran berdasarkan kurikulum berstandar nasional yang harus tuntas dalam setiap tingkatan. Pada akhirnya, siswa diharapkan akan menjadi pemikir yang handal atau kaum intelektual yang bertanggung jawab di masa depan. Sedini mungkin, bahan ajar diarahkan untuk mengembangkan olah fikir kritis siswa, salah satunya melalui latihan penelitian-penelitian sederhana.
Penanaman berfikir kritis dan ilmiah melalui penelitan-penelitian sederhana pada tingkatan siswa SMP apalagi SMU, sangat dibutuhkan sebagai bekal mereka pada tingkatan pedidikan yang lebih tinggi. Siswa yang dibiasakan sejak dini untuk berfikir runtun atau ilmiah akan membantu mereka dalam menyelesaikan berbagai masalah yang sudah pasti akan mereka hadapi. Mempersiapkan generasi untuk 10 atau 20 tahun ke depan merupakan suatu keharusan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang dikatakan moderen atau memiliki visi dan misi masa depan yang jelas dan terarah, mereka sangat yakin banyak tantangan, rintangan dan sudah pasti kompetisi di zaman itu demikian sulit dan beratnya.
Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki keinginan demikian sangat tampak dalam meletakan visi dan misinya. Mereka mampu memprediksi dan mengantisipasi peluang dan tantangan secara cermat dan komprehensif. Mereka mampu memilah-milah mana yang menjadi peluang, dan mana yang menjadi tantangan. Mereka juga mampu menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang cepat dan tepat bila peluang dan tantangan itu datang.
Pada tingkatan SMP atau SMU, aspek pengembangan diri siswa harus diberdayakan dan dimaksimalkan. Sekolah yang berkualitas, bisa dilihat dari seberapa besar tingkat keaktifan siswa-siswanya. Kegiatan ekstra-kurikuler yang diprogramkan oleh sekolah, merupakan wadah pelayanan yang harus dipersiapkan, sehingga segala kemampuan dan potensi yang dimiliki para siswa bisa tergali dan termotivasi untuk berkembang.
Di sekolah dimana saya pernah mengajar, pembinaan keilmiahan dan ketakwaan sudah diberikan sejak siswa masuk hari pertama. Siswa kelas VII, diharuskan mengikuti pembinaan tersebut, untuk beberapa kali pertemuan. Sebelum mengikuti pembinaan, siswa diberikan tes IQ, tes motivasi dan tes sikap. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan atau potensi awal yang dimiliki siswa, sehingga hal ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini juga menjadi catatan atau data pribadi siswa untuk para wali kelas, guru BK, Staf Keagamaan, Staf Tanse, dan sudah barang tentu seluruh dewan guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar